Minggu, 6 Oktober 2024

Kenali Gejala Syndrom Rett, Kelainan Saraf yang Mengganggu Motorik Bayi

Selasa, 9 Mei 2023 21:15

ILUSTRASI - Anak Perempuan terkena Syndrom Rett. / Foto: Istimewa

IDENESIA.CO - Sindrom Rett terjadi pada tiap 1 dari 15.000 kelahiran. Bayi dengan kondisi ini awalnya berkembang dengan normal, tetapi kemudian perkembangannya terhambat secara bertahap

Sindrom Rett merupakan kelainan saraf dan genetik langka yang berakibat pada perkembangan otak bayi. Gangguan ini menimbulkan hilangnya keterampilan motorik dan kemampuan bicara balita secara drastis.

Sindrom Rett sendiri lebih banyak menyerang anak perempuan.  

Sebagian besar bayi yang mengalami sindrom rett biasanya akan telihat tubuh dan berkembang secara normal selama 6 bulan pertama.

Namun setelah itu, mereka akan kehilangan kemampuan yang baru saja dimiliki seperti kemampuan merangkak, berjalan, berkomunikasi, dan menggunakan tangan. 

Seiring berkembangnya anak dengan sindrom rett mereka mengalami permasalahan saat penggunaan otot guna mengontrol gerakan, koordinasi tubuh hingga komunikasi.

Sindrom rett juga dapat menyebabkan kejang dan cacat intelektual. Memicu terjadinya gerakan tangan yang tidak biasa, menepuk atau menggosok tangan berulang-ulang, dan menggantikan penggunaan tangan yang lambat. 

Belum ditemukan obet untuk mengatasi sindrom rett, namun saat ini proses perawatan masih dipelajari dalam dunia medis.

Perawatan tersebut berfokus pada peningkatan gerakan, komunikasi, mengobati kejang dan memberikan perawatan dan dukungan pada anak - anak serta orang dewasa yang mengalami sindrom rett

Perjalanan penyakit sindrom Rett dibagi menjadi 4 tahap, yaitu:

Tahap 1 (stagnation)

Tahap 1 ditandai dengan gejala kesulitan saat makan, muncul gerakan tungkai yang tidak normal dan berulang, terlambat bicara, kesulitan bergerak (misalnya ketika ingin duduk, merangkak, atau berjalan), serta kurang tertarik bermain.

Gejala tahap 1 terlihat saat anak berusia 6-18 bulan.

Tahap 2 (regression)

Tahap 2 muncul pada rentang usia 1-4 tahun. Pada tahap ini, kemampuan anak dapat menurun secara drastis atau perlahan-lahan. Gejalanya meliputi:

Gerakan tangan yang tidak tidak terkontrol, seperti meremas atau menepuk

Rewel dan berteriak tanpa alasan yang jelas

Cenderung menghindari kontak mata dengan orang lain

Tubuh tidak seimbang saat berjalan

Gangguan tidur

Lingkar kepala lebih kecil dari rata-rata

Sulit mengunyah dan menelan

Tahap 3 (plateau)

Tahap 3 dimulai pada usia 2–10 tahun, ditandai dengan membaiknya gejala yang dialami di tahap 2. Sebagai contoh, anak menjadi tidak rewel dan lebih memerhatikan orang lain. Cara berjalan dan berkomunikasi anak juga mulai membaik.

Meski demikian, ada beberapa gejala baru yang muncul pada tahap ini, seperti:

Kejang

Pola napas yang tidak teratur, misalnya bernapas pendek lalu menarik napas panjang, atau menahan napas)

Kebiasaan menggeretakkan gigi

Gangguan irama jantung pada beberapa penderita

Tahap 4 (deterioration in movement)

Tahap 4 ditandai dengan kelainan bentuk tulang belakang atau skoliosis, lemah dan kaku otot, serta tidak mampu berjalan.

Namun, kemampuan anak dalam berkomunikasi dan memahami orang lain dapat membaik. Bahkan, gerakan tangan yang berulang dan kejang mulai berkurang.

Gejala tahap 4 berlangsung hingga dewasa.

Pengobatan Sindrom Rett

Pengobatan sindrom Rett bertujuan untuk mengatasi gejala dan membantu pasien menjalani aktivitas sehari-hari. Pengobatan tersebut meliputi:

  • Terapi bicara dan bahasa, untuk meningkatkan kemampuan komunikasi pasien
  • Obat-obatan, guna meredakan gejala kaku otot, gangguan pernapasan, dan kejang
  • Asupan nutrisi yang cukup, untuk membantu perkembangan fisik dan mental pasien
  • Fisioterapi, untuk membantu pasien bergerak dengan lebih baik
  • Pemberian alat bantu pada pasien sindrom Rett dengan kelainan bentuk tulang belakang
  • Terapi okupasi, untuk membantu pasien melakukan aktivitas sehari-hari, seperti memakai baju atau makan.
  • Meski tidak ada terapi khusus yang dapat mengatasi sindrom Rett, beberapa pasien dapat mengontrol gerak tubuhnya dan berkomunikasi lebih baik setelah menjalani pengobatan di atas. Namun, kebanyakan pasien tetap membutuhkan bantuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari selama hidupnya.


(Redaksi)

Tag berita:
IDEhabitat