IDENESIA.CO - Simak kisah penemuan patung emas Budha di Kutai Kartanegara.
Menguak hilangnya benda bersejarah kunci ungkap kerajaan Martapura.
Ya, 21 April 1990, secara tidak sengaja, Kuriansyah (66 tahun) menemukan patung emas Buddha, kala mendulang emas di Sungai Belayan, Kecamatan Tabang, Kukar.
Lokasi penemuannya di sebuah kelokan sungai, bernama Rantau Pangeran.
Di Rantau Pangeran memang menjadi lokasi warga untuk mendulang emas, tapi siapa sangka emas yang ditemukan Kuriansyah berupa patung emas bernilai sejarah tinggi.
Temuan ini unik, mengingat sejarah Kerajaan Martapura merupkan kerajaan bercorak Hindu India, dan eksis pada abad ke-4 hingga abad 17 masehi.
Patung Buddha itu setinggi 6,5 cm, dan lebar 3,5 cm. Belakangan diketahui beratnya 201,7 gram, tertuang dalam Jurnal Perjalanan Tempo Institute dan Total E&P Indonesie, berjudul: Ekspedisi Kudungga, Menelusuri Jejak Peradaban Kutai (2017).
Warga geger atas temuan itu, yang lain ikut melakukan perburuan. Hasilnya, benda-benda sarat sejarah ditemukan.
Ada warga yang mendapat cincin, gelang, kalung, konde, peniti, pecahan keramik, dan benda-benda lainnya.
Diduga barang-barang itu milik Kapal Jung Tiongkok yang karam di masa silam.
Sejak saat itu, warga memiliki pekerjaan sampingan. Berburu harta karun.
Perburuan harta juga sampai di Benua Lawas.
Benua Lawas sebuah daerah di Muara Kaman Ilir disebut-sebut menjadi pusat kota Kerajaan Martapura, dalam buku terbitan Pemkab Kukar, berjudul: Dari Swapraja ke Kabupaten Kutai (1975).
Nama Martapura diartikan sebagai Istana Harapan.
Nama daerah Martapura juga ditemukan di sekitaran Muara Kaman, Kukar.
Letaknya di tepi kiri Sungai Mahakam, atau di seberang Muara Kaman saat ini, dikutip dari buku Muhammad Sarip, Pegiat Sejarah berjudul: Kerajaan Martapura Dalam Literasi Kerajaan Kutai 400-1635 (2021).
Benua Lawas dan Martapura sangat penting artinya bagi kerajaan.
Penelusuran menemukan adanya area bekas benteng pertahana. Lima lapis benteng pertahanan ditemukan di Benua Lawas, dan tiga benteng ditemukan di Martapura.
Benteng ditemukan berupa tanggul tanah. Di bagian luar benteng terdapat parit.
Sebagai area yang patut diduga menjadi pusat Kerajaan Martapura, diperkuat banyaknya temuan benda bersejarah peninggalan masa lampau (Eksperisi Kudungga, Menelusuri Jejak Peradaban Kutai, tahun 2017).
Dimana ada gula, disitu ada semut.
Penemuan artefak-artefak kuno ini menjadi daya tarik kolektor barang antik.
Dari sinilah kisah pilu penjarahan artefak kuno Kerajaan Martapura di mulai.
Periode tahun 1995 hingga 1997, terjadi pengalian liar untuk memburu artefak kuno.
Kala itu kemarau panjang terjadi, sungai menyusut nyaris kering.
Di lokasi dekat sungai, secara tidak sengaja warga menemukan gerabah kuno ketika mencangkul di Tanjung Gelombang.
Dapat kabar, warga lain ikut melakukan penggalian, ikut mengadu peruntungan.
"Banyak yang menemukan gerabah dari tanah liat, keramik, porselen, hingga patung," kata Asril, Warga Muara Kaman.
Di Benua Lawas ditemukan banyak patung. Sebagian besar patung corak India. Ada juga ditemukan patung Buddha delapan tangan.
Semua artefak itu dijual ke kolektor dan tengkulang barang kuno. Pemburu artefak sejarah inipun bondong-bondong mendatangani Muara Kaman.
Penggalian baru berhenti ketika pemerintak mengambil kebijakan melarang penggalian artefak kuno.
Pemerintah terlambat, banyak benda-benda bersejarah diborong ke luar daerah.
"Kalau dikumpulkan, bisa diangkut dua truk," terangnya.
Sangat disayangkan memang, benda-benda sarat sejarah itu kini telah berhamburan ke mana arah.
Padahal, melalui artefak-artefak itu, memungkinkan untuk mengungkap bagaimana Kerajaan Martapura menunjukan eksistensinya.
Melihat kerajaan tertua di Nusantara ini terbuka terang. Kehidupan leluhur orang Kaltim di masa lampau. (Er Riyadi)