Polemik pemindahan 13 dosen Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman (FF Unmul) terus bergulir dan menjadi perhatian publik. Keputusan ini menuai krit...
IDENESIA.CO - Polemik pemindahan 13 dosen Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman (FF Unmul) terus bergulir dan menjadi perhatian publik.
Keputusan ini menuai kritik tajam karena dinilai tidak transparan serta bertentangan dengan regulasi yang berlaku.
13 Dosen FF Unmul itu masing- masing dengan berinisial LR (Prof. Kimia Organik Bahan Alam), RR (Doktor Kimia Fisika), HR (Doktor Kimia Analitik), SPN (Doktor Kimia Bahan Alam), LF (Doktor Kimia Organik Metabolomik), MA (Doktor Farmasi), HIF (Doktor Kimia Sintesis Organik), JND (Doktor Manajemen), AR (Magister Ilmu Farmasi), SIG (Magister Kimia), JFS (Magister Farmasi), SB (Magister Ilmu Biomedik), RK (Magister Biokimia).
Ke-13 dosen tersebut memiliki latar belakang keilmuan Kimia, Biokimia, Biomedik, dan Ekonomi Manajemen.Di antaranya, ada seorang guru besar yang juga merupakan pendiri Fakultas Farmasi Unmul.
Pemindahan ini dinilai sebagai tindakan pemaksaan dan bertentangan dengan Peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 5 Tahun 2019 serta Peraturan Menteri Ristekdikti No. 91 Tahun 2017 tentang Perpindahan Dosen.
Mirisnya, para dosen yang bersangkutan tidak pernah menerima surat permohonan pemindahan secara resmi, baik dari Fakultas Farmasi maupun fakultas tujuan pemindahan.
Langkah ini dinilai sebagai pemindahan paksa atau bahkan "pengusiran" yang tidak sesuai dengan prinsip tata kelola akademik yang baik.
Salah satu pertanyaan besar yang muncul adalah, mengapa keahlian mereka yang selama ini berkontribusi pada tridharma perguruan tinggi tiba-tiba dianggap tidak relevan?
Padahal, dalam berbagai universitas ternama di Indonesia, seperti Fakultas Farmasi ITB, UI, dan UGM, keberadaan dosen dengan latar belakang keilmuan yang berbeda tetap diterima dan bahkan berkontribusi besar terhadap perkembangan akademik.
Salah satu alasan yang disebutkan dalam pemindahan ini adalah perubahan kurikulum Fakultas Farmasi yang mengintegrasikan jenjang S1 Farmasi dengan Program Apoteker.
Namun, hingga kini, kurikulum tersebut belum pernah disosialisasikan secara resmi kepada seluruh dosen dan bahkan belum mendapat persetujuan Senat Fakultas.
Kurikulum yang dijalankan tanpa pembahasan terbuka ini menjadi pertanyaan besar bagi civitas akademik FF Unmul.
Keputusan ini tidak hanya berdampak pada dosen, tetapi juga mahasiswa yang selama ini mendapatkan bimbingan dari mereka.
Keberadaan dosen-dosen tersebut berkontribusi dalam penelitian, pengabdian masyarakat, serta pencapaian akreditasi unggul bagi Fakultas Farmasi Unmul.
Lebih lanjut, jika alasan pemindahan karena latar belakang pendidikan para dosen dianggap tidak linear, maka keputusan ini juga perlu diterapkan secara adil kepada semua dosen yang memiliki latar belakang serupa, termasuk pimpinan fakultas.
Jika standar ini diberlakukan, maka beberapa pejabat struktural di FF Unmul pun seharusnya mengalami pemindahan serupa.
Para dosen yang terdampak telah berupaya mencari solusi dengan berdiskusi bersama Wakil Rektor dan Rektor Universitas Mulawarman.
Namun, hingga kini belum ada titik terang terkait keputusan ini.
Besar harapan agar kebijakan pemindahan ini dapat ditinjau ulang dengan lebih transparan dan mempertimbangkan prinsip keadilan akademik, serta tidak merugikan mahasiswa dan iklim akademik FF Unmul secara keseluruhan.
(Redaksi)