Minggu, 6 Oktober 2024

Sejarah Indonesia

Menengok Sejarah Jepang Masuk ke Samarinda Tahun 1942, Pasukan Nipon Usir Belanda jadi Tontonan Warga

Awalnya Disambut Suka Cita Namun Berakhir Derita

Jumat, 28 Januari 2022 23:20

Suasana Pendudukan Jepang di Samarinda. Menengok sejarah Jepang masuk ke Samarinda tahun 1942, awalnya disambut suka cita lalu berakhir derita. (History of Samarinda)

IDENESIA.CO Menengok sejarah Jepang masuk ke Samarinda tahun 1942, awalnya disambut suka cita lalu berakhir derita.

Pasukan Nipon (Jepang) usir Belanda justru jadi tontonan warga Samarinda yang saat itu masih dibawah pengaruh Belanda.

Perang Pasifik mungkin memang mulanya terjadi sekitar tahun 1937, tapi kobaran semakin memanas kala 7 Desember 1941.

Saat itu Jepang menyerang Pearl Harbor, pangkalan perang Amerika Serikat.

Perang Pasifik bergemuruh, Jepang menabuh genderang perang, Amerika Serikat akhirnya turun tangan di Perang Dunia II.

Memanasnya Perang Pasifik, Jepang mesti menambah suplay bahan bakar minyak.

Ladang minyak di Tarakan, jadi target utama Nippon.

Ini menandai dimulainya rombongan Jepang masuk ke Nusantara.

Jepang menyerang Tarakan pada 11 Januari 1942, pertempuran berlangsung dua hari, berakhir kekalahan telak pihak garnisun Belanda.

Tarakan dikuasai, Jepang ingin lebih banyak sumber minyak.

Balikpapan jadi sasaran selanjutnya.

Pada 22 Januari 1942, armada Jepang bergerak ke selatan.

Pasukan pengebom milik Belanda tidak tinggal diam.

Konvoi itu diberondong bom serangan udara.

Jepang berhasil mendarat di Balikpapan, pada 24 Januari 1942.

Serangan cepat pihak Jepang memberikan hasil memuaskan, Jepang menaklukan Balikpapan dari Belanda.

“Pada 24 Januari 1942 Balikpapan jatuh di bawah kekuasaan tentara pendudukan Jepang. Pengungsian besar-besaran penduduk Balikpapan terjadi menjauhi medan pertempuran. Pihak militer Belanda memerintahkan pembumihangusan instalasi minyak. Pihak Belanda merencanakan perang gerilya di hutan-hutan Kalimantan,” ungkap Erwiza Erman dan Ratna Saptari dalam buku Dekolonisasi Buruh Kota dan Pembentukan Bangsa (2013).

Kabar jatuhnya Balikpapan ke tangan Jepang dengan cepat sampai ke Samarinda.

Pada 3 Februari 1942, Kantor Asisten Residen di Samarinda, sejak pagi hari sudah sibuk.

Bukan pekerjaan seperti biasa mereka lakukan, tapi kali ini lebih sibuk menyiapkan berkas dan dokumen penting, memuluskan penyerahan kekuasaan.

Van Aarst, Asisten Residen dapat informasi, Jepang bergerak ke Samarinda.

Kantor yang ia tempati jadi sasaran utama.

"Sebuah peta, sebuah berkas dan sebuah tas berisi dokumen-dokumen penting, dan seikat kunci sudah disiapkan. Van Aarst dan seluruh staf mesti menunggu kedatangan pihak Jepang," tulis Wahel Tantawi dalam catatan sejarahnya, ia adalah ex Komandan Pasukan Brigade XVI , Batalyon G Kaltim.

Benar saja, 3 Februari sekira pukul tiga sore, Jepang tiba di Samarinda.

Satu pleton pasukan Nippon langsung bergerak menduduki Kantor Asisten Residen, mereka lalu mengibarkan bendera berlambang bulat merah dengan latar putih.

Waktu singkat Kantor Asisten Residen di Tepian Mahakam (sekarang di sekitar Kantor Gubernur Kaltim) diduduki Jepang, tanpa pelawanan pihak Belanda.

Kala itu, Asisten Residen berharap Jepang patuh pada Undang-Undang Internasional, bila begitu mungkin mereka akan selamat.

Pendudukan Jepang itu jadi tontonan tersendiri bagi masyarakat Samarinda kala itu.

Warga berkumpul di pinggir jalan menyaksikan tentara Jepang, mengelilingi seluruh staf dan Asisten Residen yang napak terlihat pucat pasi.

Warga kala itu tidak sedikit yang berbahagia menyaksikan berakhirnya penjajahan Belanda di Samarinda.

"Malahan di antara mereka ada yang membacakan sholawat karena sangat gembiranya karena Belanda tidak berkuasa lagi di Samarinda," lanjut tulisan Wahel Tantawi.

Pada mulanya, masyarakat mengira bahwa penjajahan dibawah sesama bangsa asia ini akan lebih makmur, tapi ternyata justru tidak demikian.

"Rakyat diajari adab sopan santun yaitu apabila berpapasan jalan atau melewati gardu jaga dengan memekikan "Heitai San" atau tuan serdadu sambil membungkukan badan.

Jika tidak, dipastikan warga itu akan disiksa.

"Anak-anak gadis dan wanita pada umumnya hidup di dalam kekhawatiran diperkosa, kebiadaban merajarela dan pasukan berani mati Imperialisme Asia yang tidak kepalang tanggung. namun apa hendak dikata, rakyat harus menelan ini beberapa tahun lagi sebelum merasakan ketentraman sesungguhnya. (Er Riyadi)

Tag berita:
IDEhabitat