Minggu, 6 Oktober 2024

Travel dan Wisata

Mengunjungi Jantur Gemuruh di Kutai Barat, Nikmati Pesona Air Terjun dan Candi Peninggalan Kerajaan Hindu

Sabtu, 22 Januari 2022 12:8

Mengunjungi Jantur Gemuruh di Kutai Barat (Kubar), Nikmati pesona air terjun dan candi peninggalan Kerajaan Hindu. (Er Riyadi)

IDENESIA.CO - Kutai Barat terkenal dengan wisata air terjunnya yang mempesona.

Banyak ditemui air terjun atau warga lokal menyebutnya "Jantur".

Air Terjun Jantur Gemuruh salah satunya.

Jantur Gemuruh, terletak di Desa Mapan, Kecamatan Sekolaq Darat, Kutai Barat.

Wisata air terjun ini berjarak 10 kilometer dari Melak.

Jantur Gemuruh masih masuk dalam kawasan wisata cagar alam Kersik Luwai.

Pemandangan yang bisa dinikmati di objek wisata ini selain air terjun, juga suasana hutan rimba yang masih terjaga keasriannya.

Jantur Gemuruh, sebuah air terjun memiliki ketinggian sekitar 5 meter, dengan arus yang cukup deras.

Air yang jatuh ke bebatuan menciptakan suara gemuruh yang menenangkan sekali.

Suara gemuruh itu bagaikan nyayian alam abadi, tercipta secara alami.

Bagian bawah air terjun, terhampar bebatuan berbagai ukuran.

Ada yang besar ada juga ukuran sedang tersusun rapi di sisi kanan dan kiri air terjun.

Bebatuan ini memanjang sekitar 50 meter ke hilir air terjun.

Menuju lokasi ini tidak terlalu sulit.

Dulu pelancong mesti melalui jalan setapak yang berkontur tanah.

Tapi sekarang sudah dibangun badan jalan dengan lebar 3 meter dengan dihamparkan pasir dan batu.

Keistimewaan lain dari Jantur Gemuruh, terdapat candi-candi peninggalan Kerajaan Hindu yang dikenal dengan Batu Begulur.

Terdapat juga lorong-lorong yang dibuat di bawah tanah dengan lapisan batu yang panjangnya 50 meter.

Lokasi ini sangat baik untuk dijadikan lokasi penelitian pihak kepurbakalaan.

Menelusuri jajak rekam sejarah dan khasanah kebudayaan masyarakat lampau.

Selain itu, pelancong juga bisa menikmati rumah lamin khas suku dayak di Desa Eheng.

Rumah lamin itu milik warga setempat, dibangun pada tahun 1960-an ini masih dihuni oleh 32 keluarga Dayak Banuaq.

Kemungkinan rumah panjang ini menjadi rumah adat Dayak asli terakhir. (Er Riyadi)

Tag berita:
IDEhabitat