IDENESIA.CO – Pemerintah memastikan bahwa operasional Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh akan sepenuhnya menjadi tanggung jawab Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Badan superholding BUMN ini akan memegang kendali pengelolaan layanan, pemeliharaan sarana-prasarana, hingga strategi operasional untuk meningkatkan kinerja transportasi publik berkecepatan tinggi pertama di Indonesia.
Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria, menyampaikan bahwa arahan tersebut disampaikan langsung oleh Presiden RI Prabowo Subianto. Dengan keputusan itu, Danantara kini menjadi pihak yang bertanggung jawab penuh atas pengelolaan operasional Whoosh.
“Yang sudah disampaikan oleh Pak Presiden, yang untuk operasional tentu akan menjadi tanggung jawab Danantara. Karena operasionalnya Danantara, jadi kami bertanggung jawab secara operasional kepada Whoosh,” ujar Dony saat ditemui di Graha Mandiri, Jakarta, Selasa (11/11/2025).
Langkah ini merupakan bagian dari restrukturisasi menyeluruh pada proyek strategis nasional tersebut, terutama setelah isu pembiayaan dan utang KCIC (PT Kereta Cepat Indonesia China) menjadi tantangan signifikan beberapa tahun terakhir.
Dony menegaskan bahwa kehadiran Whoosh telah memberikan manfaat ekonomi nyata, baik bagi mobilitas masyarakat maupun pengembangan kawasan di sepanjang koridor Jakarta-Bandung. Namun, ia mengakui bahwa persoalan utang menjadi pekerjaan besar yang harus segera diselesaikan.
“Kereta cepat ini memberikan manfaat besar bagi masyarakat dan perekonomian. Namun saat ini persoalan utang membelit moda transportasi tersebut. Presiden memberi perintah kepada Kementerian dan Danantara untuk membenahinya,” jelasnya.
Ia menilai pembagian tugas antara Danantara dan pemerintah merupakan langkah strategis. Danantara akan menangani operasional, sementara pemerintah mengkonsolidasikan pengelolaan infrastruktur besar yang menyangkut kepentingan publik.
“Ini solusi terbaik. Mana yang porsinya Danantara tentu kami kerjakan, terutama yang berkaitan dengan operasional. Lalu ada porsi pemerintah yang berkaitan dengan infrastruktur,” jelasnya.
Menurut Dony, penanganan operasional yang lebih fokus akan meningkatkan kualitas layanan, menarik lebih banyak penumpang, dan memperkuat kontribusi Whoosh terhadap perekonomian nasional.
Sementara itu, CEO Danantara, Rosan Roeslani, membeberkan bahwa pemerintah akan mulai memberikan dukungan Public Service Obligation (PSO) atau subsidi kewajiban pelayanan publik untuk operasional KCJB. Selama ini Whoosh tidak mendapatkan subsidi PSO seperti moda transportasi publik lainnya, mulai dari KRL, bus Transjakarta, hingga kereta jarak jauh.
“Untuk ke depannya mengenai Whoosh ini ada porsi Public Service Obligation yang ditanggung pemerintah, dan juga sarana pendukung akan ditanggung bersama-sama,” kata Rosan di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (5/11/2025).
Subsidi PSO diharapkan dapat menurunkan harga tiket yang selama ini dianggap relatif mahal oleh masyarakat, sekaligus mendorong peningkatan okupansi. Rosan menekankan bahwa sesuai undang-undang, pemerintah memang berkewajiban mendukung prasarana mass transportation.
“Untuk prasarana dan mass transportation memang tanggung jawab pemerintah. Tapi untuk sarana dan operasional bisa dilakukan BUMN atau badan usaha,” tambahnya.
Selain persoalan operasional, isu besar lainnya adalah restrukturisasi utang proyek Whoosh. Dony mengungkapkan bahwa Indonesia dan China telah mencapai kesepakatan awal untuk memperpanjang tenor pembayaran utang hingga 60 tahun. Kesepakatan ini sebelumnya disampaikan Ketua DEN, Luhut Binsar Pandjaitan.
Untuk memfinalisasi restrukturisasi, tim khusus akan melakukan negosiasi lanjutan bersama pihak kreditur dari China. Tim itu berisi perwakilan pemerintah, Danantara, serta internal KCIC.
“Nanti akan ada tim dengan Pak Luhut. Kami (Danantara) lebih kepada memberikan data, struktur, dan pandangan korporasi. Negosiasinya tentu pemerintah yang memimpin,” kata Dony di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta (23/10/2025).
Ia menargetkan negosiasi rampung sebelum akhir tahun ini.
“Harus selesai dan kami pastikan selesai. Secara korporasi masalah ini tidak terlalu sulit,” tegasnya.
Menurut Dony, aspek yang harus dibahas meliputi jangka waktu pinjaman, bunga, dan mata uang pembayaran, mengingat pinjaman KCIC berasal dari China Development Bank (CDB) dengan ketentuan tertentu.
Walau dibebani utang besar, kondisi keuangan KCIC disebut cukup sehat.
“EBITDA perusahaan sudah positif. Tinggal masalah cicilan saja yang harus dinegosiasikan,” jelasnya.
Presiden Prabowo Subianto, dalam berbagai kesempatan, menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu resah mengenai utang proyek kereta cepat. Menurutnya, negara memiliki kemampuan membayar cicilan sekitar Rp 1,2 triliun per tahun, apalagi dengan langkah antikorupsi yang ia jalankan.
“Duit yang tadinya dikorupsi, saya hemat. Saya tidak kasih kesempatan. Uang nanti banyak untuk kita, untuk rakyat semua,” tegas Prabowo.
Ia menyatakan bahwa manfaat Whoosh jauh lebih besar daripada beban finansialnya, mencakup pengurangan kemacetan, polusi, waktu tempuh, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
“Pokoknya tidak masalah. Karena itu kita harus bayar Rp 1,2 triliun per tahun, tapi manfaatnya sangat besar mengurangi macet, polusi, perjalanan lebih cepat, dan transfer teknologi dari China,” ujar Presiden.
Dengan Danantara mengambil alih operasional, PSO mulai diterapkan, serta restrukturisasi utang difinalisasi, pemerintah berharap keberlanjutan Whoosh dapat terjaga dalam jangka panjang. Kombinasi antara efisiensi operasional, dukungan fiskal, dan peningkatan layanan diharapkan mendorong tingkat okupansi lebih tinggi, sekaligus memperkuat ekosistem transportasi publik modern Indonesia.
(Redaksi)