IDENESIA.CO - Rencana pemerintah yang mengusulkan perubahan dalam Undang-Undang Mineral dan Pertambangan (Minerba) untuk menyerahkan pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi menuai kritik keras dari kalangan akademisi, khususnya dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda.
Orin Gusta Andini, akademisi Fakultas Hukum Unmul, menyatakan bahwa jika perguruan tinggi setuju untuk mengambil peran dalam pengelolaan tambang, hal itu akan bertentangan dengan prinsip dasar kampus yang mengusung slogan Tropical Studies. Menurutnya, industri ekstraktif seperti pertambangan batubara tidak hanya membawa kerusakan lingkungan, tetapi juga menimbulkan berbagai konflik sosial dan dampak negatif lainnya.
"Perguruan tinggi seharusnya menjadi tempat yang berpihak pada masyarakat dan lingkungan, bukan malah terlibat dalam sektor yang penuh dengan masalah sosial, kerusakan alam, dan potensi korupsi," ungkap Orin dalam keterangannya, Senin (27/1/2025).
Orin menambahkan bahwa dampak negatif dari industri pertambangan jauh lebih besar dibandingkan manfaat yang bisa diperoleh. Ia menyoroti gagasan bahwa pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi bisa menjadi sumber dana untuk riset dan pengembangan, yang ia anggap tidak realistis. "Ini bukan opsi yang bisa dipertimbangkan, karena dampak yang ditimbulkan jauh lebih besar," tegasnya.
Ia juga mengingatkan, Universitas Mulawarman sendiri pernah merasakan dampak buruk dari aktivitas pertambangan, meskipun sebagian besar dari aktivitas tersebut ilegal. Pada 2021, sebuah laporan oleh koalisi dosen Unmul mengungkapkan bahwa kegiatan tambang ilegal di sekitar kampus merusak fasilitas laboratorium Fakultas Pertanian.
“Meski itu kegiatan ilegal, pada dasarnya tambang, baik yang legal maupun ilegal, tetap menimbulkan kerusakan yang sama terhadap lingkungan,” tuturnya.