IDENESIA.CO -DPRD Samarinda menyoroti efektivitas program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi bagian dari upaya penghematan anggaran nasional. Program ini menuai kontroversi terkait sejauh mana dapat benar-benar memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.
Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Shaputra, mengungkapkan keprihatinannya mengenai program tersebut, terutama dengan kisaran anggaran Rp 10-15 ribu per porsi. Ia meragukan apakah dengan nominal tersebut, kandungan gizi yang diberikan sudah mencukupi.
“Kalau MBG ini masih kontroversial, apalagi dengan nilai Rp 10-15 ribu per porsi, kira-kira terpenuhi tidak gizinya? Jangan sampai program ini justru bukan membahagiakan masyarakat, tapi malah jadi masalah ke depan,” Ujar Samari.
Ia juga mengusulkan agar anggaran yang dialokasikan untuk MBG sebaiknya dialihkan ke sektor yang lebih mendesak, seperti pendidikan gratis atau bantuan langsung yang berdampak nyata bagi masyarakat.
Menurutnya, prioritas utama harus diberikan kepada sektor pendidikan yang memiliki dampak jangka panjang bagi kesejahteraan warga.
“Mereka tidak perlu makan gratis, tapi pendidikan gratis. Karena tidak sedikit juga biaya yang dikeluarkan untuk MBG. Saya lebih sepakat jika anggaran itu dialihkan ke pendidikan atau ke program yang lebih langsung menyentuh masyarakat,” tambahnya.
Lebih lanjut, Samri menyatakan bahwa jika pemerintah pusat berencana merevisi program MBG, pihaknya akan mendukung langkah tersebut. I
a menegaskan bahwa kebijakan efisiensi anggaran tidak boleh menghambat pembangunan kota dan harus dipertimbangkan dengan matang agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat.
“Kalau nanti pemerintah mau merevisi MBG, kami setuju. Lebih baik dialihkan ke sektor lain, misalnya pendidikan gratis,” pungkasnya.
Ia juga menyoroti bahwa kebijakan efisiensi anggaran justru dapat memperburuk kondisi keuangan daerah. Dengan anggaran yang sudah terbatas, adanya pengurangan dana akibat efisiensi akan semakin menyulitkan realisasi pembangunan yang telah direncanakan.
“Kalau melihat kebutuhan kita sebenarnya, anggaran yang ada sekarang saja tidak cukup. Apalagi kalau ada efisiensi, otomatis ada pengurangan. Akhirnya, kita jadi kesulitan dalam perencanaan pembangunan,” tutur Samari.
(Adv)