IDENESIA.CO - Muncul video di media sosial, dimana putri dari Presiden RI Ke-4 Abdurrahman Wahid yaitu Anita Wahid membacakan pembukaan sebuah maklumat yang dinamakan Maklumat Canberra pada Kamis (8/2/2024) waktu setempat.
Maklumat itu dilakukan secara daring dan dibacakan secara bergantian oleh sejumlah mahasiswa Australian National University (ANU) berkewarganegaraan Indonesia di Australia.
Maklumat tersebut berisi sorotan kepada para penyelenggara negara, termasuk Presiden Joko Widodo, yang dinilai tidak mengindahkan etika politik di hari-hari krusial menjelang hari pencoblosan pada 14 Februari pekan depan.
“Menjelang hari pemilihan umum 14 Februari 2024, masyarakat menyaksikan elit mempertontonkan keberpihakan politik tanpa merasa malu. Sebagian penyelenggara negara dan aparat penegak hukum dalam menjalankan mandatnya sebagai pejabat publik bagai tersandera menjadi kepanjangan tangan agenda politik elektoral. Etika pejabat dan penyelenggara negara menjadi barang langka dari tingkat pimpinan tertinggi di pusat sampai tingkat terbawah di daerah,” Baca Anita Wahid dalam pembukaan maklumat itu.
Sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Forum Komunikasi Mahasiswa ANU ini juga menyoroti soal paslon tertentu yang melanggar etika politik dengan pengerahan anggaran serta sumber daya demi meraih kemenangan politik dinasti.
“Dampaknya panjang dan mencederai ingatan kolektif kita sebagai bangsa,” sambung maklumat itu.
Kondisi tersebut dikhawatirkan menjelma menjadi wujud kegagalan dan pengalaman kolektif yang buruk dalam berdemokrasi bagi segenap warga negara Indonesia di tahun 2024 ini. Sekelompok mahasiswa itu mengkhawatirkan pemilu kali ini hanya terjebak dalam melanjutkan status quo belaka.
“Padahal, Indonesia yang terdiri dari berbagai lapisan, kelas sosial serta kelompok minoritas telah melewati banyak peristiwa yang menjadikan kita semua berbagi sejarah sebagai satu bangsa. Pemilu adalah salah satu ajang di mana semua pengalaman tersebut terakumulasi menjadi satu dan para kandidat berkontes siapa yang mampu mendapat amanah dari kita sebagai pemilih,” tulis maklumat tersebut.
Secara spesifik, sekelompok mahasiswa ini melayangkan kritik keras terhadap presiden Joko Widodo. Menurut mereka, pengalaman sebagai bangsa dan sebagai pemilih tidak dihargai dan diinjak-injak oleh keberpihakan Jokowi, serta sejumlah pejabat serta aparatur sipil negara, kepada paslon tertentu.
Forum mahasiswa ini juga menyoroti tingkah Jokowi dalam mengutip Pasal 299 Ayat (1) Undang-Undang Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2017 yang mengatur diperbolehkannya presiden berkampanye. Menurut mereka, pasal tersebut rentan disalahartikan. “Hal ini menunjukkan betapa mudahnya undang-undang dipelintir untuk kepentingan elektoral sepihak oleh pemimpin negara tanpa mempertimbangkan etika,” kata maklumat tersebut.
Meski sedang berkelana di negeri orang, sekelompok mahasiswa ini justru merasa lebih dekat dengan tanah kelahirannya. Langkah yang mereka ambil hari ini terinspirasi oleh munculnya desakan para guru-guru besar dan civitas akademika di dalam negeri belakangan ini.
“Kami sebagai mahasiswa memiliki ruang kebebasan berekspresi dan berserikat dalam kerangka akademik yang mendorong kami untuk berada dalam garis yang sama dengan mereka yang memberi peringatan pada penyelenggara negara untuk kembali menjadi teladan, mendesak dengan mengembalikan pemilu sebagai pesta rakyat demi perubahan yang lebih baik, bukan kendaraan keberlanjutan garis keturunan sebagai penguasa,” tulis maklumat itu.
Oleh karena itu, dalam maklumatnya, Forum Komunikasi Mahasiswa ANU menyatakan sejumlah empat desakan sebagai berikut:
1. Presiden Joko Widodo beserta segenap jajaran mengembalikan martabat penyelenggaraan negara dengan berbasis etika;
2. Pemerintah untuk tidak menyalahgunakan wewenang, sumber daya, dan lembaga negara untuk upaya pemenangan salah satu paslon tertentu dalam Pemilu 2024;
3. Penyelenggara negara dan aparat keamanan menjaga netralitas dan secara aktif menjamin ruang kebebasan berekspresi dan berpendapat sebagai prasyarat demokrasi;
4. Masyarakat secara luas saling jaga dari segala bentuk upaya yang berusaha mencederai upaya gotong royong dang bersolidaritas yang selama ini daya rekat utama kita sebagai bangsa.
(Redaksi)