Setelah masyarakat mulai meyakini dan mulai menerima ajaran Islam, barulah ajaran Islam mulai diteruskan dengan legitimasi sebagai kekuatan politik.
Para pejabat kerajaan saat itu mulai menyebarkan ajaran Islam secara legal.
Masuknya agama Islam di masyarakat Buton tentunya mempengaruhi berbagai aspek kehidupan di Buton.
Raja Mulae yang merupakan Raja Buton kelima saat itu bahkan menyampaikan keinginannya untuk merubah ketatanegaraan yang awalnya berbentuk kerajaan menjadi kesultanan.
Syeikh Abdul Wahid yang telah ditetapkan sebagai penasehat/guru agama di kerajaan diutus oleh Raja untuk pergi ke Turki.
Kepergian Syeikh Abdul Wahid ke Turki bermaksud untuk menyampaikan keinginan raja Buton pada Mufti Kerajaan Turki di Istanbul untuk menjadikan Buton kerajaan Islam yang
berbentuk kesultanan.
Syeikh Abdul Wahid kemudian berangkat ke Turki.
Dalam perjalanannya itu, dia meninggalkan Buton selama 15 tahun.
Sekembalinya ke Buton, Raja Mulae rupanya telah wafat dan digantikan oleh menantunya Lakila-ponto yang merupakan raja keenam Kerajaan Buton.
Seiring berjalannya waktu, raja Lakila-ponto yang memerintah saat itu akhirnya memeluk Islam.
Sesuai pesan Mufti kerajaan Islam di Istambul, pada tahun 1538 Raja Lakila-ponto dilantik sebagai sebagai Sultan I dengan gelar Sultan Muhammad Kaimuddin atau Sultan Marhum.
Hal ini yang kemudian menandai perubahan sistem pemerintahan dari kerajaan menjadi kesultanan.
Sultan Marhum ini disebut sebagai raja terakhir sekaligus sultan pertama yang memerintah Kesultanan Buton.
Sistem Monarki yang berlangsung kurang lebih dua abad diganti berdasarkan konstitusi Islam yang disebut Murtabat Tujuh. (redaksi)