Kata Edwin, tekanan yang diterima para korban cancel culture juga sangat besar di media sosial. Dia mengistilahkan cancel culture seperti halnya pengadilan umum yang diterima oleh para tokoh yang dianggap menyalahi aturan. Beberapa kalangan masyarakat juga menganggap gerakan cancel culture sebagai bentuk sanksi sosial.
"Ada juga yang menyebut sebagai bentuk sabotase. Itu memang bagaimana sudut pandang kita melihatnya," ucapnya.
Sederhana dan Cepat
Menurut Edwin, tindakan cancel culture di media sosial terjadi sangat sederhana dan cepat. Yakni berpatokan pada kesalahan tokoh atau perusahaan tersebut. Sehingga perubahan sentimen pada masyarakat langsung berubah dari yang positif menjadi negatif.
Menurut Edwin, kebanyakan tujuan dari cancel untuk menjatuhkan seseorang. Bahkan sering kali dibungkus dengan fakta yang perlu diketahui oleh semua pihak.
"Jadi kelihatannya itu pengungkapan sesuatu kadang-kadang itu bisa diatur. Kalau kita enggak seneng kita buat sebuah cerita dan jadilah cancel culture. Untuk men-drive cancel culture itu terjadi kepada orang orang tertentu, jadi itu by design. Kalau di media sosial itu yang bahaya sebetulnya," papar Edwin.
(Redaksi)