Penting untuk membedakan antara kartel politik dan partai koalisi. Meskipun keduanya merupakan gabungan partai-partai politik, terdapat perbedaan mendasar dalam tujuan dan substansinya. Partai koalisi bekerja sama berdasarkan kesamaan visi dan misi, dengan mempertahankan identitas ideologi masing-masing partai. Sementara itu, partai kartel cenderung menghilangkan perbedaan ideologi demi keuntungan kekuasaan atau dana negara, tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat.
Saat ini, salah satu contoh yang ada adalah Koalisi Indonesia Maju (KIM), yang menghimpun 12 partai besar seperti Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dan lainnya. Koalisi ini sebelumnya mengusung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dalam Pilpres 2024.
Tantangan Demokrasi Indonesia
Keberadaan kartel politik menimbulkan tantangan besar bagi sistem demokrasi Indonesia. Dengan koalisi yang lebih mengedepankan kepentingan kelompok daripada masyarakat, kartel politik dapat merusak mekanisme checks and balances yang seharusnya ada dalam pemerintahan. Hal ini berpotensi memperlemah kualitas demokrasi dan pengambilan keputusan yang adil dan transparan bagi rakyat.
Penting bagi masyarakat untuk terus mengawasi dinamika politik ini dan memastikan bahwa kepentingan publik tetap menjadi prioritas utama, bukan sekadar kepentingan kelompok atau elit politik yang ingin mempertahankan kekuasaan. Proses politik yang sehat haruslah mengutamakan kesejahteraan rakyat, bukan mempertahankan koalisi yang lebih mengutamakan kekuasaan dan keuntungan jangka pendek
(Redaksi)