Jumat, 22 November 2024

Mengenal Virus ASF yang Menyerang Ribuan Babi Ternak

Sabtu, 13 Mei 2023 21:0

ILUSTRASI - Babi terpapar virus AFS. / Foto: Istimewaa

Hal ini telah menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar pada sektor peternakan babi di dunia. ASF muncul pertama kali di Kenya, Afrika Timur pada tahun 1909 setelah adanya impor babi domestik dari Eropa.

Pada tahun 1957, ASF menyebar ke Portugal dan berbagai negara di Eropa (Italia, 1967; Spanyol 1969; Perancis 1977; Malta, 1978; Belgia, 1985; dan Belanda, 1986). Kemudian ASF meluas ke Karibia (Kuba, 1971 dan 1980; Republik Dominika, 1978; serta Haiti, 1979) dan Brasil (1978).  Di Asia, ASFV ditemukan pada babi liar di Iran pada tahun 2010.  Lalu pada tahun 2018, Tiongkok melaporkan adanya wabah ASF di Provinsi Liaoning.

Di Eropa Timur, Sardinia, Kaukasus dan beberapa negara anggota Uni Eropa, keberadaan populasi babi hutan memainkan peran penting dalam penyebaran virus ASF.

Daerah dengan populasi babi yang dibiarkan berkeliaran bebas atau memiliki  biosecurity yang rendah, berpeluang lebih besar dalam penularan virus ini.

Selain itu, transportasi babi hutan hasil buruan ke peternakan juga mengambil peran penting di dalamnya. Di kawasan Afrika Selatan (Botswana, Malawi, Mozambik, Namibia, Zambia, Zimbabwe dan bagian timur laut Afrika Selatan), keberadaan babi hutan juga berperan penting dalam penyebaran virus ASF.

Di Malawi dan Mozambik, keberadaan babi hutan dan kutunya telah terbukti menularkan ASF.

Pada tahun 2015, wabah ASF di Zimbabwe pertama kali dilaporkan berasal dari babi hutan hasil buruan. Begitu pula di berbagai kawasan peternakan lain dengan biosecurity yang rendah. Di Polandia dan Baltik, babi hutan diyakini sebagai reservior utama dari virus ASF.

Pada Februari 2019, untuk pertama kalinya ASF dikonfirmasi di kawasan Asia Tenggara, yaitu di Vietnam. Selanjutnya, infeksi ASF meluas hingga ke Kamboja, Laos, Filipina, Myanmar dan Timor Leste. Pada Desember 2019, terdapat tujuh negara di Asia Tenggara yang telah mengkonfirmasi adanya kasus ASF termasuk Indonesia

. Kasus ASF di Indonesia diumumkan secara resmi melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 820/KPTS/PK.320/M/12/2019 tentang Pernyataan Wabah Penyakit Demam Babi Afrika (African Swine Fever) pada Beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.

Jumlah kematian babi pada wabah ini mencapai 47.559 ekor dari total 1.277.741 ekor babi di Sumatera Utara (3,7%).

Virus ASF juga dikonfirmasi telah menyebar ke 21 dari 33 kabupaten di Sumatera Utara (64%). Daerah dengan populasi dan lalu lintas babi yang tinggi memiliki risiko yang tinggi pula dalam penularan virus ini. Beberapa daerah di Indonesia yang rawan menjadi daerah penularan tersebut antara lain NTT, Papua, Sulawesi Selatan, Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, Sulawesi Tengah dan Jawa Tengah.

Sampai saat ini, belum ditemukan vaksin yang sesuai untuk mengatasi dan mencegah penyebaran penyakit ASF.

Walaupun demikian, penyebaran virus ASF dapat ditekan dengan melakukan upaya pencegahan dan pengendalian sebagai berikut:

  • Penerapan Biosecurity dalam lingkup Peternakan
Halaman 
Tag berita:
IDEhabitat