Senin, 25 November 2024

PM Anwar Ibrahim Sebut Mendiang Ibunya Penggemar Karya-karya di Indonesia

Selasa, 10 Januari 2023 23:0

KONFERENSI - PM Malaysia Anwar Ibrahim (kiri) membagikan pandangan dan pengalaman hidupnya terkait kepemimpinan di CT Corp Leadership Forum, Senin (9/1). / Foto: CNN Indonesia/Adi Ibrahim

Mochtar Lubis adalah sastrawan Angkatan 1960-an. Dia dikenal sebagai penulis novel, cerpen, penerjemah, pelukis, dan seorang jurnalis ternama.

Karya Mochtar Lubis yang terkenal berupa novel, sebagai berikut:
Jalan Tak Ada Ujung
Tak Ada Esok
Tanah Gersang
Senja di Jakarta
Maut dan Cinta
Harimau! Harimau!

Mochtar sempat ditahan oleh pemerintahan Bung Karno. Selama dalam tahanan ia menulis karya sastra, melukis, belajar main biola, dan memperdalam yoga.

Karya sastra yang ditulisnya selama dalam tahanan itu antara lain Senja di Jakarta, Tanah Gersang, Harimau! Harimau!, serta Maut dan Cinta. Mochtar yang seorang jurnalis juga cukup kritis. Karyanya Senja di Jakarta, menyoroti fenomena korupsi di era Orde Lama.

Tahun 1958 ketika masih dalam tahanan, ia mendapat penghargaan Magsaysay Journalism and Literature Award dari Manila. Penghargaan itu baru diterimanya di Filipina delapan tahun kemudian setelah ia dibebaskan dari tahanan.

Mochtar bebas dari tahanan 17 Mei 1966. Kemudian dua bulan setelahnya, Juli 1966, Mochtar menerbitkan majalah sastra Horison dan bertindak sebagai pemimpin redaksi.
Mochtar lahir di Padang, 7 Maret 1922 dari keluarga Batak Mandailing dan menutup usia di Jakarta pada tanggal, 2 Juli 2004.

 

Taufiq Ismail

Taufiq Ismail adalah seorang penyair, sastrawan hingga budayawan. Pria yang lahir di Bukittinggi Sumbar, 25 Juni 1935 ini masih aktif hingga kini.

Karya-karyanya yang terkenal antara lain Tirani, Benteng, Puisi-puisi Langit, Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia hingga Sajadah Panjang, yang terakhir dimusikalisasikan kelompok musik Bimbo.

Dalam 20 tahun terakhir, sejak 2006. Taufiq bersama sejumlah sastrawan giat membawa sastra ke sekolah-sekolah di Tanah Air karena merasa prihatin dengan pelajaran sastra di sekolah.

Taufiq mengemukakan, pada zaman Hindia Belanda, sastra diajarkan di sekolah bagus sekali, setara dengan negara-negara di Eropa dan Amerika. Apa buktinya? Selama tiga tahun tiap murid AMS (setara SMA) wajib membaca 25 judul buku sastra.

Jumlah itu tidak kalah dengan di Eropa. Di Belanda, siswanya diwajibkan membaca 30 judul buku sastra, Amerika 30 buku, dan Jepang 15 buku. Selain itu, tiap minggu para siswa diwajibkan menulis artikel. Dalam tiga tahun, berarti 180 karangan.

Hasilnya, lahir satu lapisan generasi yang luar biasa. Siapa mereka? "Mereka adalah Sukarno, Mohammad Hatta, Mohammad Natsir, Safruddin Prawiranegara, Ali Sastroamidjojo, Soemitro Djojohadikusumo, dan seterusnya," ujarnya.

Kiprah Para Founding Father

 

Soekarno, Presiden Pertama RI

Presiden pertama Republik Indonesia ini bernama Soekarno, atau mungkin kita lebih akrab mendengar panggilan Bung Karno. Soekarno lahir di Blitar pada 6 Juni 1901. Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa sekolah dasar hingga tamat, Soekarno indekos di rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto (HOS Tjokroaminoto) yang merupakan politisi kawakan pendiri Syarikat Islam.

Saat dewasa, Sukarno merumuskan ajaran Marhaenisme serta mendirikan sebuah partai yang bernama PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927. Tujuan diberdirikannya partai ini adalah untuk menuju Indonesia merdeka.

Demi memperjuangkan negara Indonesia, Sukarno keluar-masuk bui. Pada Agustus 1945 ia bersama Moh Hatta dan tokoh nasional lainnya menyusun naskah proklamasi yang akhirnya dibacakan pada 17 Agustus 1945. Pembacaan naskah ini sekaligus mengukuhkan kedaulatan Republik Indonesia.

 

Mohammad Hatta

Mohammad Hatta atau yang akrab dipanggil Bung Hatta adalah seorang pemikir, negarawan, ekonom, dan sekaligus menjadi Wakil Presiden Indonesia yang pertama mendampingi Soekarno. Ia lahir pada 12 Agustus 1902 di Bukittinggi, Sumatera Barat.

Hatta muda adalah seorang aktivis dan pemikir. Karena kecerdasannya, Bung Hatta mendapat beasiswa kuliah di Handelshogeschool, Rotterdam, Belanda. Di sana, Hatta menambah kapasitas ilmunya dengan mempelajari hal-hal seperti tata negara dan juga ekonomi kolonial.

Hatta juga termasuk sebagai pengurus awal Perhimpunan Indonesia (PI) yang dipimpin dr Soetomo. PI ini mengumpulkan beberapa ratus gulden untuk mengirim dua orang ekonomnya, Hatta dan Syahrir mempraktikkan cara menjalankan koperasi di Denmark, Swedia, Norwegia. Kedua tokoh itu akhirnya menjadi pioner sistem koperasin di Indonesia.

Dalam perjuangan politik, seperti halnya Bung Karno, Bung Hatta juga keluar-masuk bui. Namun bersama Bung Karno, akhirnya bisa memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Muhammad Natsir
Halaman 
Tag berita:
IDEhabitat