Jumat, 5 Juli 2024

Program Hilirisasi, Benarkah Untung Besar bagi Indonesia ?

Sabtu, 27 Januari 2024 22:15

POTRET - Hilirisasi contohnya tambang di Batu Bara./ Foto: Istimewa

IDENESIA.CO -  Hilirisasi menjadi program andalan pemerintahan presiden Joko Widodo (Jokowi) di periode kedua. Berkali-kali Jokowi menekankan pentingnya hilirisasi yang diklaim bisa memberi nilai tambah bagi negara. 

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia bahkan sempat menyinggung kunci Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi 6-7% adalah lewat hilirisasi. Lantas apa itu hilirisasi?

Program hilirisasi melalui keputusan larangan ekspor komoditas alam nikel dan bauksit dalam bentuk setengah jadi yang saat ini sedang digalakkan pemerintah Indonesia melalui UU No 3/2020 tentang perubahan atas UU No 4/2009 tentang UU Minerba, mendapat tentangan dari Dana Moneter International (IMF).
 
IMF sebagai badan moneter global menunjukkan sikap kontra terhadap kebijakan hilirisasi, meminta pemerintah Indonesia untuk mempertimbangkan penghapusan secara bertahap kebijakan larangan ekspor nikel dan tidak memperluasnya untuk komoditas lain.

IMF menilai kebijakan hilirisasi perlu mempertimbangkan masalah analisis biaya dan manfaat. Pihaknya mengingatkan agar kebijakan hilirisasi tidak menimbulkan rambatan negatif bagi negara lain.

AS juga mengancam kebijakan Inflation Reduction Act (IRA) yaitu Undang-Undang yang mencakup penyaluran subsidi senilai USD370 miliar kepada produsen yang menggunakan energi bersih. 
 
Namun, baterai yang mengandung komponen energi bersih dari Indonesia dikhawatirkan tetap tidak memenuhi syarat untuk kredit pajak IRA secara penuh, karena Indonesia belum memiliki Free Trade Agreement (FTA) dengan AS.

Meskipun telah mendapat peringatan keras dari IMF dan sekutunya pemerintah tetap meneruskan tekadnya melanjutkan program Hilirisasi

Halaman 
Tag berita:
IDEhabitat