Saat itu Sudarwanto tengah melaksanakan piket di Bunker Kaliadem. Saat itu juga sempat mengabari temannya bahwa di dalam bungker ada 2 orang.
Tak lama, tiba-tiba terjadi erupsi. Karena melihat ada erupsi, Sarjono yang kala itu melihat merapi erupsi, ia langsung memperingatkan para warga untuk berlindung ke dalam Bunker agar mereka terhindar dari terkena awan panas. Namun, bukannya menurut warga malah tidak memperdulikan dan segera berlari ke sawah.
Karena tidk ada yang menurut, akhirnya mereka berdualah yang masuk kedalam Bunker dan berlindung didalamnya.
Bunker Kaliadem memang dirancang untuk tahan terhadap awan panas serta material kecil yang terjadi saat erupsi. Namun, naasnya bangunan itu tidak dirancang untuk tahan terhadap panas.
Semakin mengerikan lagi manakala Bunker itu bocor dan alahasil lahar panas pun masuk kedalam bangunan itu. Sudarwanto dan Sarjono yang ada didalam bunker tak bisa keluar karena terjebak, ditambah lagi dengan bocornya bungker membuat kondisi di dalamnya seperti oven raksasa yang akhirnya membuat mereka berdua tewas tragis.
Akibat dari lahar panas tersebut membuat bungker tertimbun material vulkanik, menyebakan jasad Sudarwanto dan Sarjono baru bisa dievakuasi dua hari kemudian. Yang tidak terbayangkan pada saat bungker dibuka suhu yang ada mencapai 700 derajat celcius.
Saat dievakuasi, jenazah Sarjono ditemukan di dekat pintu masuk dalam kondisi hangus. Sedangkan jenazah Sudarwanto ditemukan dalam bak mandi.