Minggu, 7 Juli 2024

Keunikan Desa Bengkala Yang Masyarakatnya Tuna Rungu Wicara

Senin, 19 Desember 2022 20:0

PENARI - Para Penari Janger Kolok menggelar pertunjukan tari Babilek dan Jalak Angwuci di Balai Wantilan Desa Bengkala, Buleleng, Bali (10/10/2018). Foto: National Geographic

Kemudian ada Tari Yogi Nandini. Gerakan-gerakan yoga menjadi dasar untuk menciptakan gerakan Tari Yogi Nandini. Dinamakan yogi yang artinya orang yang melaksanakan yoga dengan penuh kepercayaan diri, suka cita, dan penghayatan jiwa raga. Sementara, Nandini yang artinya “menyenangkan” adalah simbol lembu betina yang melambangkan tak kenal takut dan kuat. Semua bermuara pada tujuan khusus agar masyarakat yang belajar tarian ini hatinya bisa menjadi lebih damai dan bahagia.

Jika Tari Yogi Nandini masih dalam tahap penyempurnaan dan belum pernah dipentaskan di depan umum sebelumnya, lain lagi dengan Tari Jalak Anguci dan Tari Bebile ciptaan Ibu Dayu. Bernama lengkap Ida Dayu Tresnawati, perempuan yang sama kreatifnya dengan Ibu Pande adalah anggota FlipMas Ngayah Bali bidang Kesenian, khususnya berkaitan dengan kesenian di Desa Bengkala. Ia sejak 2017 terlibat dalam pemberdayaan kesenian di Bengkala melalui tari-tarian.

Tari Jalak Anguci terinspirasi dari burung jalak. Jalak artinya burung, dan anguci artinya suara yang merdu. Ini menjadi perumpamaan bahwa biarpun para penari Jalak Anguci kolok, mereka bisa tetap berkomunikasi lewat tarian. Jalak Anguci ditarikan oleh dua perempuan kolok, bernama Luh Budarsih (19 tahun) dan Komang Reswanadi (13 tahun).

Sementara, Tari Baris Bebek Bingar Bengkala (Bebile) menggambarkan semangat dari masyarakat kolok yang tetap ceria melakoni apa saja yang ada dalam hidup mereka. Bebile ditarikan oleh 7 lelaki yang kesemuanya kolok, yaitu I Wayan Ngarda, Wayan Sumendra, Made Subentar, Putu Juliarta, Made Karyana, Sugita, dan Made Sudarma. Kedua tarian ini diiringi oleh pemusik yang bisa mendengar dan berbicara dengan alat musik yang berbeda-beda.

Bagi Ibu Dayu, awal mengajar masyarakat kolok cukup menantang, sebab ia sendiri semula tidak bisa berbahasa isyarat. Namun, hal itu tidak membuatnya patah semangat. Ada Pak Kanta yang membantunya menjembatani komunikasi antara dirinya dan penari kolok. Dengan semangat yang mereka miliki, mereka dengan cepat memahami gerakan-gerakan tari. Beruntung pula, kini teknologi sudah maju. Ibu Dayu merekam gerakan-gerakan tari tersebut di ponsel, lalu diperlihatkan kepada para penari sembari berlatih gerakan dasar.

Keunikannya adalah jika selama ini dalam tarian, penari mengikuti melodi musik, kini para pemusiklah yang menyesuaikan gerakan penari Kolok. 

(Redaksi) 

Halaman 
Tag berita:
IDEhabitat