Kamis, 5 Desember 2024

Sejarah Indonesia

Menelusuri Sebutan Nusantara yang Jadi Nama IKN di Kaltim, Berasal dari Kutai atau Kerajaan Majapahit

Daerah Kutai Sandang Nama Nusentara Sebelum jadi Kerajaan

Kamis, 20 Januari 2022 20:17

Menelusuri sebutan Nusantara yang jadi nama IKN di Kaltim, berasal dari Kutai atau Kerajaan Majapahit. (Andre/idenesia.co)

IDENESIA.CO - Presiden Joko Widodo telah menetapkan nama ibu kota negara (IKN) di Sepaku, Penajam Paser Utara dengan nama Nusantara.

Nama Nusantara untuk IKN sempat memberi riak dari kalangan sejarahwan Indonesia.

Penamaan IKN dengan kata Nusantara dianggap sebagai Jawa-sentrisme.

Namun prespektif lain disampaikan Muhammad Sarip, pegiat sejarah asal Samarinda.

Sejarawan Muhammad Sarip, nama Nusantara berasal dari Kutai di Kaltim, bukan merupakan Jawa-sentrisme.

Dalam catatan sejarahnya, Muhammad Sarip, penerima sertifikat kompetensi bidang sejarah dari Kemendikbud-BNSP, ternyata nama nusantara berasal dari Kutai.

"Tidak banyak diketahui publik, nama Nusantara sebenarnya merupakan topinimi wilayah di timur Kalimantan sebelum dicetuskannya nama Kutai," tulis Sarip, dalam catatannya.

Nama Kutai dicetuskan oleh Aji Batara Agung Dewa Sakti pada penghujung abad ke-13 Masehi.

Cetusan nama Kutai sekaligus menjadi nama Kerajaan Kutai Kertanegara yang berpusat di Jaitan Layar, kini bernama Desa Kutai Lama, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara.

"Saya menemukan dokumentasi yang menyatakan bahwa Nusantara adalah nama wilayah sebelum bernama Kutai dari riset Solco Walle Tromp yang terbit tahun 1888," lanjut tulisannya.

Solco Walle Tromp, diketahui adalah seorang ilmuan berkebangsaan Belanda, pernah menjabat sebagai Asisten Residen Oost Borneo.

Walle Tromp termasuk orang yang turut meneliti manuskrip Salasilah Kutai.

Hasil riset Tromp, ia menulis berdasar tradisi lisan warga setempat, sebelum Kutai menjadi nama kerajaan, kala itu wilayahnya menyandang nama Nusentara.

Teks asli versi Tromp tertuang dalam bukunya berjudul: 𝘜π˜ͺ𝘡 π˜₯𝘦 𝘚𝘒𝘭𝘒𝘴π˜ͺ𝘭𝘒 𝘷𝘒𝘯 π˜’π˜°π˜¦π˜΅π˜¦π˜ͺ adalah β€œNoesΓ«ntara”.

Ilmuan lainnya, SC Knappert, memublikasikan penelitian tentang Kutai pada tahun 1905.

Makalah yang ia tulis berjudul: β€œπ˜‰π˜¦π˜΄π˜€π˜©π˜³π˜ͺ𝘫𝘷π˜ͺ𝘯𝘨 𝘝𝘒𝘯 π˜‹π˜¦ π˜–π˜―π˜₯𝘦𝘳𝘒𝘧π˜₯𝘦𝘦𝘭π˜ͺ𝘯𝘨 π˜’π˜°π˜¦π˜΅π˜¦π˜ͺ”.

Knappert juga menulis bahwa menurut cerita penduduk asli, dulu daerah Kutai disebut Nusantara.

"Jadi, dalam konteks apresiasi terhadap khazanah kearifan lokal dalam rencana pemindahan IKN, sebenarnya penamaan Nusantara cukup representatif bagi komunitas lokal Kaltim," papar Sarip.

"Opini saya ini khusus terkait aspek sejarah atau historis, di luar konteks politik dan hukum yang bukan domain kompetensi saya," imbuhnya.

Sejarah bersifat dinamis, semua bisa berubah seiring temuan-temuan arkeologi yang bermunculan menampakan dirinya.

Catatan sejarah milik Muhammad Sarip, akan menabrak pemahaman tentang Nusantara yang selama ini sudah terpahat di benak masyarakat Indonesia.

Berbagai literasi menyampaikan bahwa nama "Nusantara" lahir di masa Kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14.

Era kegaharan Mahapatih Gajah Mada, istilah Nusantara digunakan dalam konteks politis.

Kawasan Nusantara terdiri dari gugusan atau rangkaian pulau yang terdapat di antara benua Asia dan Australia, bahkan termasuk Semenanjung Malaya.

Nusantara tercatat kala Gajah Mada memekikan Sumpah Palapa yang menggetarkan bumi, kala itu.

Sumpah Palapa diucapkan saat upacara pengangkatan Gajah Mada menjadi Patih Amangkubumi Majapahit.

Sumpah Palapa berbunyi:

"Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, Samana isun amukti palapa", yang artinya: "Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikian saya (baru akan) melepaskan puasa".

Kata "Nusantara" juga disebutkan dalam Kitab Negarakretagama yang ditulis Empu PrapaΓ±ca, pada tahun 1365.

Kitab Negarakretagama mungkin bisa jadi adalah kakawin Jawa Kuno yang paling termasyhur.

Dalam kitab karya Empu Prapanca itu Nusantara adalah wilayah yang masa sekarang mencakup Sumatra, Kalimantan, Nusa Tenggara, sebagian Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya, sebagian Kepulauan Maluku, dan Papua Barat.

Nusantara juga mencaplok wilayah negara tetangga seperi wilayah Malaysia, Singapura, Brunei, dan sebagian kecil Filipina bagian

Jelas sekali penyematan kata Nusantara di era Majapahit kerap dianggap bernilai politis. Penyematan bagi daerah yang tunduk dibawah bendera imperium Majapahit.

Konsep kenegaraan Jawa pada abad ke-13 hingga abad 15, seorang raja dianggap seorang dewa atau "Raja-Dewa".

Raja dianggap penjelmaan dewa, sehingga bijak dalam memerintah kerajaan.

Kerajaan Majapahit membagi tiga wilayah bagian kerajaannya:

Negara Agung merupakan daerah sekeliling ibu kota kerajaan tempat raja memerintah.

Mancanegara adalah daerah-daerah di Pulau Jawa dan sekitar yang budayanya masih mirip dengan Negara Agung, tetapi sudah berada di "daerah perbatasan".

Dilihat dari sudut pandang ini, Madura dan Bi adalah daerah Mancanegara. Lampung dan juga Palembang juga dianggap daerah Mancanegara.

"Nusantara" berarti pulau lain (di luar Jawa) adalah daerah di luar pengaruh budaya Jawa, tetapi masih diklaim sebagai daerah taklukan.

Para penguasanya harus membayar upeti.

Bila menelisik penjelasan di atas, Kerajaan Kutai Kertanegara sebagai kerjaan taklukan Majapahit, membuat kerajaan di muara Sungai Mahakam itu, mendapat sematan sebagai Nusantara.

Mungkin catatan sejarah Muhammad Sarip ada benarnya.

Namun perlu penelusuran sejarah lebih mendalam, menemukan keterkaitan sebutan Nusantara untuk daerah Kutai Lama, sebelum Kerajaan Kutai eksis dengan sejarah penaklukan Majapahit melalui Sumpah Palapa, Mahapatih Gajah Mada.

Kerajaan Kutai Kertanegara diketahui eksis sezaman dengan imperium Majapahit.

Bahkan keduanya membangun relasi.

Hubungan Kerajaan Kutai sebagai kerajaan bawahan Majapahit tertuang dalam buku karya Muhammad Sarip.

Tidak tanggung-tanggung, bukan cuma Kerajaan Kutai Kertanegara, Kerajaan Martapura di Muara Kaman turut serta berhubungan dengan Majapahit.

Menurut Muhammad Sarip, dalam bukunya berjudul: Dari Jahitan Layar Sampai Tepian Pandan, hubungan Kutai Kertanegara tertuang dalam naskah kuno Salasilah Kutai (1848).

Naskah kuno itu tidak mengungkap status Kerajaan Kutai Kertanegara sebagai negara bawahan Majapahit. Tapi secara tersirat superioritas dan hegemoni Majapahit nampak dari riwayat kunjungan Raja Kutai Kertanegara ke-3, abad 14 ke ibu kota Kerajaan Majapahit.

Kala itu, Maharaja Sultan dan saudaranya Maharaja Sakti dari Kutai Lama, melakukan studi banding ke Kerajaan Majapahit.

"Di Istana Majapahit, mereka bertemu Patih tesohor Gajah Mada. Mereka belajar ilmu ketatanegaraan, tata krama, dan kebudayaan dari Raja Berma Wijaya (Brawijaya)," tulis Sarip dalam bukunya terbitan tahun 2018.

Kebutuan studi banding yang mengambil lokasi di Majapahit juga mendukung warta kita Negarakretagama yang menyebutkan Kutai (Kute) sebagai satu di antara kerajaan taklukan Patih Gajah Mada.

Dalam buku Sarip lainnya berjudul: Kerajaan Martapura, Dalam Literasi Sejarah Kutai 400-1635, menulis hubungan Kerajaan Martapura di Muara Kaman dengan Kerajaan Majapahit.

Lagi-lagi Muhammad Sarip mengambil literasi Kitab Salasilah Kutai. Halaman 63 Kitab Salasilah Kutai menceritakan Raja Indera Mulia bersepakat dengan Maharaja Sakti untuk bersama-sama pergi ke ibu kota Kerajaan Mahapatih di Pulau Jawa.

Ringkas kisah, ketiganya diantar Patih Gajah Mada menghadap Raja Majapahit.

Ternyata Raja Majapahit membedakan perlakuan terhadap dua kerajaan. Hanya Kerajaan Kertanegara yang diizinkan belajar langsung.

Raja Indera Mulia merasa dilecehkan dengan kejadian itu karena Martapura, bukan jajahan atau daerah kekuasaan Kutai Kertanegara. Namun, Raja Majapahit kukuh dengan keputusannya. Raja Indera Mulia lalu pulang ke Martapura dengan tangan hampa.

Dengan definisi "Nusantara" di atas, apakah Kerajaan Martapura di Muara Kaman bukan masuk dalam lingkaran Nusantara. Atau masuk dalam kategori "Mancanegara".

Masih menjadi misteri mana asal mula Nusantara di Indonesia.

Namun yang pasti, kata "Nusantara" pernah digunakan kembali untuk menggelorakan semangat melawan penjajah.

Setelah majapahit bubar, istilah Nusantara terlupakan. Namun baru kembali digunakan di abad ke-20.

Istilah Nusantara dipopulerkan kembali oleh Ki Hajar Dewantara, sebagai agenda perjuangan.

Hingga kini, istilah Nusantara masih kerap digunakan sebagai padanan Indonesia. (Er Riyadi)

Tag berita:
IDEhabitat