IDENESIA.CO – Di tengah meningkatnya kegelisahan publik Amerika Serikat (AS) akibat melonjaknya harga bahan makanan, Presiden Donald Trump mengambil langkah dramatis dengan memangkas tarif impor lebih dari 200 produk pangan. Keputusan yang berlaku surut sejak Kamis (13/11) tengah malam ini mencakup kebutuhan pokok sehari-hari seperti kopi, daging sapi, pisang, dan jus jeruk. Langkah ini menandai pergeseran taktis yang signifikan dalam kebijakan dagang Trump yang selama ini dikenal agresif dalam memberlakukan tarif.
Kebijakan ini muncul hanya beberapa hari setelah Partai Republik mengalami kekalahan di beberapa pemilihan daerah kunci di Virginia, New Jersey, dan New York City. Dalam pemilihan tersebut, isu keterjangkauan harga, terutama biaya bahan makanan, secara luas diyakini menjadi sentimen utama yang menggerakkan para pemilih.
Saat ditanyai mengenai pemangkasan tarif tersebut di pesawat kepresidenan Air Force One pada Jumat (14/11), Presiden Trump mengakui potensi dampak tarif terhadap harga konsumen, sebuah pengakuan yang cukup jarang.
“Mereka mungkin dalam beberapa kasus menaikkan harga,” ujar Trump, meskipun ia segera menambahkan bahwa secara keseluruhan, AS memiliki inflasi yang nyaris tidak ada.
Pengakuan terbatas ini kontras dengan sikapnya sebelumnya yang berkali-kali menampik bahwa tarif impor yang ia berlakukan sepanjang tahun ini menjadi biang keladi kenaikan harga.
Selain pemangkasan tarif, Presiden Trump juga mengulang janji untuk melanjutkan rencana pemberian pembayaran langsung (dividen) sebesar US$2.000, atau setara dengan Rp33,4 juta (dengan asumsi kurs Rp16.712 per dolar AS), kepada warga berpendapatan rendah hingga menengah. Pendanaan untuk dividen ini, menurut Trump, akan bersumber dari penerimaan tarif impor yang dikumpulkan tahun depan.
“Tarif memungkinkan kami memberikan dividen jika diperlukan. Sekarang kami akan memberikan dividen dan juga mengurangi utang,” katanya.
Bersamaan dengan pemangkasan tarif, Pemerintahan Trump juga mengumumkan serangkaian kerangka kesepakatan dagang yang akan menghapus tarif terhadap sejumlah produk pangan dan impor lainnya dari Argentina, Ekuador, Guatemala, dan El Salvador.
Pejabat AS menargetkan penyelesaian kesepakatan tambahan serupa dapat rampung sebelum akhir tahun. Gedung Putih, melalui lembar fakta resmi, menyatakan kebijakan tersebut diterbitkan setelah AS mencatat kemajuan signifikan dalam menegosiasikan persyaratan dagang yang lebih seimbang secara bilateral.
Daftar produk yang memperoleh pengecualian tarif sangat beragam, mencakup barang-barang konsumsi yang selama setahun terakhir mengalami kenaikan harga dua digit. Total lebih dari 200 produk kini masuk dalam daftar yang dikecualikan, mulai dari buah acai, paprika, kakao, bahan kimia pangan, pupuk, hingga wafer komuni.
Pemerintah menyatakan pengecualian ini diberikan karena sejumlah produk makanan tersebut memang tidak diproduksi di AS, dan keputusan ini menyusul rampungnya sembilan kerangka kesepakatan dagang, dua kesepakatan final, dan dua perjanjian investasi.
Kenaikan harga pangan di AS telah menjadi isu yang mendesak. Data Indeks Harga Konsumen (CPI) menunjukkan betapa seriusnya lonjakan biaya hidup ini. Pada September, harga daging giling tercatat hampir 13 persen lebih mahal dibandingkan tahun lalu, sementara harga steak melonjak sekitar 17 persen kenaikan terbesar dalam lebih dari tiga tahun.
Kelangkaan pasokan sapi disebut sebagai penyebab utama tingginya harga, meskipun AS merupakan salah satu produsen daging sapi terbesar di dunia. Komoditas lain juga tak luput, dengan pisang naik sekitar 7 persen dan tomat naik 1 persen. Secara keseluruhan, biaya bahan makanan untuk konsumsi rumah tangga naik sebesar 2,7 persen pada September.
Pemangkasan tarif ini disambut positif oleh berbagai kelompok industri yang mewakili konsumen. Presiden FMI-Food Industry Association, Leslie Sarasin, menyatakan harapannya agar aksi ini dapat memberikan bantuan nyata.
“Aksi hari ini seharusnya membantu konsumen, secangkir kopi pagi mereka semoga menjadi lebih terjangkau, serta pelaku industri yang menggunakan berbagai produk ini dalam rantai pasokan,” ujarnya.
Namun, tidak semua pihak merasa puas. Presiden Distilled Spirits Council, Chris Swonger, menyatakan kekecewaannya karena minuman beralkohol dari Uni Eropa dan Inggris tidak termasuk dalam daftar pengecualian tarif.
“Ini pukulan lain bagi industri perhotelan AS di saat musim liburan sedang berjalan,” keluhnya, sembari menambahkan bahwa produk agrikultur bernilai tambah seperti Scotch, Cognac, dan Irish Whiskey tidak dapat diproduksi di AS.
Trump menilai tidak diperlukan perubahan kebijakan tambahan dalam waktu dekat dan menggambarkan pemangkasan tarif kali ini sebagai langkah pelonggaran terbatas yang diharapkan dapat menekan harga komoditas tertentu, termasuk kopi. Dalam beberapa pekan terakhir, ia menjadikan isu keterjangkauan harga sebagai fokus utama, seraya menyalahkan kenaikan biaya hidup pada kebijakan yang diberlakukan oleh pendahulunya, Presiden Joe Biden, bukan pada tarif impor yang ia tetapkan.
Sebaliknya, para ekonom terus menegaskan bahwa tarif impor memang berkontribusi langsung menaikkan harga bahan makanan. Biaya ini diperkirakan dapat meningkat lebih lanjut tahun depan ketika perusahaan-perusahaan mulai membebankan keseluruhan tarif kepada konsumen.
Ketua Demokrat di Komite Ways and Means DPR AS, Richard Neal, mengkritik langkah ini meskipun menyebutnya sebagai kemajuan. Neal menuduh pemerintahan Trump sedang memperbaiki masalah yang justru mereka ciptakan sendiri.
“Pemerintahan Trump akhirnya mengakui secara terbuka apa yang sudah kita ketahui sejak awal, Perang Dagang Trump meningkatkan biaya hidup masyarakat,” kata Neal.
“Sejak tarif diberlakukan, inflasi naik dan manufaktur menyusut dari bulan ke bulan,” tutupnya yang menunjukkan bahwa perdebatan mengenai akar inflasi di AS masih jauh dari selesai.
(Redaksi)