Minggu, 24 November 2024

BRIN Ciptakan Beberapa Produk Biosensor Tanggulangi Persoalan Kesehatan Maupun Pencemaran Lingkungan Hidup

Senin, 6 Mei 2024 22:11

POTRET - Produk Biosensor yang dikembanhkan BRIN. / Foto: Istimewa

IDENESIA.CO - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terbaru melakukan inovasi berupa produk Biosensor yang dapat menanggulangi perosalan kesehatan maupun penanganan pencemaran lingkungan hidup. 

Peneliti Ahli Utama PRE BRIN Robeth Viktoria Manurung mengatakan dirinya bersama tim fokus pada penelitian biosensor berbasis elektrokimia, dengan memanfaatkan komposit graphene/ZnO nanoparticles. Perangkat ini telah digunakan untuk mendeteksi kadar biomarker human SAA untuk perawatan pasien kanker paru maupun tingkat keparahan pasien penderita Covid-19.

Spesifikasi teknis dari biosensor yang sedang dikembangkan adalah menggunakan jenis sampel berupa serum darah atau saliva pasien, menggunakan jenis transduser elektrokimia, dengan rentang pengukuran antara 10 hingga 200 miligram per liter.

Kelebihan perangkat yang diciptakan tim BRIN, antara lain, bersifat portabel, mudah dioperasikan, dan tidak memerlukan backup supply.

Selain itu, Robeth juga mengembangkan biosensor berbasis elektrokimia untuk deteksi virus dengue, menggunakan logam transisi metal oksida berbahan nikel-kobalt.

“Harapannya, perangkat ini akan digunakan sebagai peralatan portabel yang mampu dihubungkan dengan smartphone,” kata Robeth seperti dikutip dari laman BRIN, Jumat (5/4/2024).

Selain penelitian biosensor untuk medis, Robeth dan tim juga telah menghasilkan purwarupa sensor untuk deteksi kandungan unsur hara tanah maupun deteksi pencemaran lingkungan. Hasil-hasil peneltian tersebut sudah dipublikasikan di jurnal global bereputasi menengah atau tinggi.

Adapun, biosensor adalah perangkat analisis yang menggabungkan komponen hayati dengan pendeteksi fisikokimia untuk mendeteksi zat kimia tertentu, sehingga menghasilkan luaran yang terukur.

Kelebihan perangkat yang diciptakan tim BRIN antara lain bersifat portabel, mudah dioperasikan, dan tidak memerlukan backup supply. Biosensor yang dikembangkan ini juga dapat terintegrasi dengan Internet of Things (IoT) dan machine learning.

Namun, menurut Robeth, perangkat yang dia kembangkan ini masih memiliki kelemahan, yakni pada bahan baku yang bergantung impor.

“Bahan baku untuk pembuatan biosensor sebagian besar merupakan produk impor. Hal ini berimbas kepada biaya produksi yang mahal,” jelas peneliti BRIN Robeth Manurung.

Karena itu, untuk menekan biaya pengembangan, diperlukan kolaborasi interdisipliner antara ilmuwan dan insinyur ataupun penggiat dari berbagai bidang, seperti biologi, kimia, ilmu material, dan elektronik.

Alat-alat kesehatan sederhana, seperti pengukur tingkat gula, kolesterol, asam urat, dan lain-lain membutuhkan teknologi biosensor agar terus berkembang.

Peneliti BRIN juga menilai tdak tertutup kemungkinan implementasi teknologi ini juga menyasar bidang-bidang lain, seperti peternakan dan lingkungan, melihat pencemaran dalam makanan, misalnya.

BRIN telah menjalin kolaborasi dengan pemangku kepentingan lain seperti Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam pengembangan teknologi biosensor untuk peringatan dini bahaya demam berdarah. Targetnya supaya alat deteksi tersebut bisa diimplementasikan di banyak tempat, bahkan di daerah terpencil.

Inovasi dalam desain sensor, material, teknik pemrosesan sinyal, dan metode analisis data sangat penting untuk mengatasi tantangan ini dan memajukan bidang biosensor. Kolaborasi ini dapat dilakukan dengan pihak dalam maupun luar negeri.

Tantangan lainnya bagi BRIN adalah bagaimana piranti biosensor tersebut mencapai sensitivitas dan selektivitas yang tinggi, dengan tetap menjaga stabilitas dan reproduktivitas.

Pada 2024, BRIN terus menjalin kolaborasi riset khususnya terkait sistem biosensor. Sejauh ini, sistem biosensor yang dikembangkan terbagi menjadi tiga bagian utama, yaitu bioreceptor atau biorecognition yang berfungsi sebagai agen yang secara langsung mengenai atau bereaksi dengan target; transduser yang merupakan bagian yang mengolah interaksi antara bioreceptor dan target menjadi sinyal yang dapat dibaca oleh sistem akuisisi data. Sedangkan sistem akuisisi data merupakan bagian ketiga dari biosensor.

Riset sistem biosensor ini telah dilakukan BRIN bekerja sama dengan ITB, Universitas Padjadjaran, Monash University, National Institute for Materials Science, dan The University of Queensland, Australia. Program riset tersebut mempunyai ruang lingkup biosensing, biophysics, bio-photonics, microelectronics, nanomaterial, electronics, data communication, dan wireless communication.

(Redaksi) 

Tag berita:
IDEhabitat