Senin, 30 Desember 2024

Direktur Eksekutif Amnesty Tanggapi Lukisan Yos Suprapto: Lebih dari Keindahan, Ini Merupakan Kritik terhadap Kebijakan Pemerintah

Rabu, 25 Desember 2024 8:19

POTRET - Karya lukisan Yos Suprapto Konoha I dan Konoha II./ Istimewa

IDENESIA.CO - Lukisan karya Yos Suprapto mendapat sorotan dari berbagai publik, Lukisan ini dinilai merupakan wujud kritik terhadap kebijakan pemerintah melalui ekspresi artistik yang berjudul Konoha I dan Konoha II. 

Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menanggapi lukisan Yos Suprapto yang gagal dipamerkan di Galeri Nasional pekan lalu. 

Menurutnya, lukisan Yos Suprapto juga sebagai kritik terhadap kebijakan negara dalam mengelola tanah untuk masyarakat yang tidak hanya mempunyai nilai keindahan semata. 

Usman menjelaskan, bahwa kritik yang disampaikan oleh Yos melalui karyanya berfokus pada pengelolaan swasembada pangan yang tidak beretika, mengakibatkan masyarakat kehilangan kedaulatan atas tanah mereka.

Ia menilai bahwa karya Yos mengungkapkan ketidakadilan yang terjadi, yang sering kali diabaikan oleh pihak kekuasaan. 

"Ada kritik dari Yos bahwa negara ini tidak beretika di dalam mengelola tanah untuk masyarakat. Sehingga masyarakat tidak punya kedaulatan atas tanahnya itu. Nah, sampai di titik itu saya bisa mengerti kenapa ada yang resah dari unsur kekuasaan itu," kata Usman dalam acara diskusi 'Seni Sebagai Medium Kritik Kekuasaan' di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (22/12/2024).

Ia mengutip pernyataan pelapor khusus PBB, Hilal Elfer, yang sejak 2017 telah memberi masukan terkait kebijakan pangan Indonesia yang cenderung monolitik, hanya berfokus pada beras. Usman menilai bahwa pendekatan ini berdampak negatif terhadap masyarakat, dengan banyaknya kasus penggusuran tanah yang terjadi.

"Swasembada pangan yang hanya fokus pada beras mengakibatkan penggusuran besar-besaran, membuat masyarakat kehilangan hak atas tanah mereka," kata Usman.

Contoh terbaru yang dikemukakan Usman adalah proyek Merauke Food Estate, yang berencana membabat hingga 4 juta hektare lahan di Papua Selatan untuk pembangunan area pertanian, termasuk untuk gula tebu dan sawah.

Ia menekankan bahwa Indonesia memiliki kekayaan pangan yang lebih beragam, seperti sagu, yang tidak cukup mendapat perhatian.

pembangunan yang tidak memperhatikan hak masyarakat, menurut Usman, tercermin dalam sejumlah kasus lainnya, seperti yang terjadi di Wadas, Banyuwangi, Lombok, Rempang, hingga Sulawesi.

Masyarakat di daerah-daerah tersebut dipaksa menyerahkan tanah mereka untuk berbagai kepentingan pembangunan yang merusak lingkungan dan tidak mengutamakan keberlanjutan.

Berbagai peristiwa itu yang kemudian ditangkap oleh Yos Suprapto kemudian dituangkan dalam karya-karya lukis yang seharusnya dipamerkan dengan tajuk "Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan”. 

"Kebebasan artistik yang dilakukan oleh Yos Suprapto ini menjadi suara bagi masyarakat yang hak-haknya terpinggirkan oleh pembangunan yang lapar tanah dan tidak ramah lingkungan," tegas Usman. 

Sebagaimana diketahui, Konoha I memperlihatkan tokoh yang Yos sebut sebagai Raja Jawa. Istilah Raja Jawa dikenalkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral di era Joko Widodo, Bahlil Lahadalia dalam pidatonya. Saat itu dia juga terpilih sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar. 

Dalam lukisan Yos, Raja Jawa itu tampak duduk di kursi singgasana yang dikelilingi oleh tentara. Sementara, kedua kakinya menginjak orang-orang yang tengkurap.

Adapun Konoha II menampilkan kantor Ibu Kota Nusantara yang di depannya terdapat dua orang sedang bertelanjang. Di bawahnya ada sekumpulan orang yang sedang menjilat pantat salah satu orang tersebut. Sementara, sekelompok petani tampak menunjukkan aksi protes.

(Redaksi) 

Tag berita:
IDEhabitat