Kamis, 5 Desember 2024

Jokowi Resmikan Pabrik Pengolahan Minyak Merah, Perbedaan Minya Merah PPKS dan Minyak Kuning ?

Minggu, 17 Maret 2024 9:50

POTRET - Minyak Merah (Kiri) dan Minyak Kuning (Kanan)./ Foto: Istimewa

IDENESIA.CO - Pada Kamis (14/3/2024) Presiden Joko Widodo (Jokowi)  meresmikan pembukaan pabrik pengolahan minyak makan merah yang bernama Pagar Merbau yang berlokasi di Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara.

Jokowi mengklaim produksi minyak makan merah lokal dapat menjaga stabilitas harga TBS (tandan buah segar) dan mencegah fluktuasi harga bahan pokok dalam negeri.

“Kita ingin nilai tambah itu ada di dalam negeri, jadi harga TBS (tandan buah segar) tidak naik dan turun karena di sini semuanya diolah menjadi barang jadi yaitu minyak makan merah,” ucap Jokowi saat melakukan peresmian pabrik, Kamis (14/03/2023).

Jokowi juga menyoroti keunggulan minyak makan merah dalam hal harga yang lebih terjangkau dibandingkan dengan minyak goreng lainnya di pasaran.

Ia menyinggung soal nutrisi dalam minyak makan merah yang masih terjaga saat digunakan untuk menggoreng. Apa sebenarnya yang disebut sebagai minyak makan merah dan perbedaannya dengan minyak goreng biasa?

Apa Itu Minyak Makan Merah Menurut PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit) ?

Dikutip dari Indonesiabaik.id, minyak makan merah atau refined palm oil adalah hasil dari penyulingan minyak sawit mentah (crude palm oil atau CPO) tanpa melanjutkan proses-proses selanjutnya.

Proses pengolahannya yang singkat membuat minyak makan merah memiliki warna cerah mencolok dengan aroma kuat.

Perbedaan utama antara minyak makan merah dan minyak goreng sawit biasa terletak pada proses produksinya.

Minyak makan merah tidak melalui proses penyulingan atau pemutihan yang menyebabkan warnanya tetap merah tua.

Sebaliknya, minyak goreng sawit biasa telah melalui proses pemutihan atau bleaching. Menurut Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), minyak makan merah masih mengandung senyawa fitonutrien seperti karoten, tokoferol, tokotrienol, dan squalene.

Minyak makan merah juga memiliki kandungan protein yang tinggi serta vitamin A dan E. Berkat kandungan tersebut, pemerintah mengklaim minyak makan makan merah berpotensi sebagai pangan fungsional yang kaya akan nutrisi.

Minyak makan merah juga menjadi salah satu cara untuk mencegah stunting dan mendukung perkembangan otak pada anak-anak. Pemerintah menggadang-gadang harga minyak makan merah akan lebih murah dibandingkan minyak goreng biasa.

Harga minyak bisa lebih murah sebab petani kelapa sawit dapat mengolah hasil panennya sendiri tanpa harus memasok ke pabrik minyak sawit.

Perbedaan Minyak Makan Merah dan Minyak Goreng Biasa Minyak makan merah dan minyak goreng biasa sama-sama berbahan dasar kelapa wasit. Namun, keduanya memiliki sejumlah perbedaan yang mendasar.

Dilansir dari situs Organic Trade and Investments (OTI), berikut ini perbedaan minyak merah dan minyak goreng biasa:

1. Proses pembuatan

Pembuatan minyak makan merah melibatkan ektrsaksi dari buah pohon kelapa sawit tanpa proses pemurnian lanjutan. Sementara itu, minyak goreng biasa melalui proses pemurnian lanjutan, termasuk pengolahan kimia atau alkali dan/atau pengolahan fisik.

2. Warna dan karakteristik

Minyak makan merah memiliki warna merah kecoklatan, bau, dan rasa yang khas. Sementara itu, minyak goreng biasa memiliki warna kuning pucat, bau dan rasa yang ringan.

3. Penggunaan

Minyak makan merah digunakan sebagai bahan baku untuk berbagai produk tak hanya makanan. Produk olahan dari minyak makan merah termasuk minyak goreng, margarin, shortening, sabun, biodiesel, dan kosmetik. Berbeda dengan minyak makan merah, minyak goreng biasa lebih cocok digunakan untuk memasak dan menggoreng. Hal ini karena minyak goreng biasa memiliki titik asap yang lebih tinggi dan tidak mengubah rasa makanan.

4. Kandungan nutrisi

Kandungan nutrisi minyak makan merah antara lain seperti asam lemak bebas, karotenoid, dan zat lainnya cenderung lebih tinggi.

Sebaliknya, minyak goreng biasa memiliki kandungan nutrisi seperti asam lemak bebas, karotenoid, dan zat lainnya cenderung lebih rendah. Perbedaan kandungan ini terjadi karena minyak biasa melalui proses pemurnian lanjutan yang menghilangkan beberapa zat kandungan minyak sawit.

(Redaksi)

Tag berita:
IDEhabitat