Membiarkannya melewati rintangan awal. Menuju air laut. Dia harus berjuang.
Baru berada di air luar para tukik sudah dihantam terpaan ombak, beberapa berhasil menuju bagian laut dalam.
Ada pula yang kembali terhempas ke pantai.
Sekali lagi, tukik itu harus berjuang.
Usai melepaskan tukik ke laut, penulis berkesempatan berbincang dengan Hadransyah, Pengelola Konservasi Pesut di Pulau Sangalaki.
Dari penuturannya, dari 100 telur penyu, 80 persen dari telur itu berhasil menetas menjadi tukik.
Dalam sehari, ada 20 ekor penyu yang bertelur di Pulau Sangalaki, kisaran waktunya sekitar pukul 10 malam hingga jelang subuh.
Perlu waktu 60 hari bagi telur penyu yang tertanam di pasir untuk menetas menjadi tukik.
Tukik sekitar umur 30 tahun, bertelur antara 100 sampai 200 telur tiap naik ke pulau.
"Perhari kisaran 20 ekor penyu bertelur setiap harinya," Hadran bercerita sambil mencucipi makan malam.
Saat telur menetas, para tukik tidak langsung dilepaskan ke laut. Para tukik terlebih dahulu diobservasi ke kolam penampungan.
Setelah sekian hari, tukik siap dilepaskan mengarungi lautan.
Sedih rasanya mendengar, dari ratusan tukik yang dilepas ke laut, pada akhirnya hanya 30 persen dari jumlah itu yang bertahan hingga menjadi indukan selanjutnya.
"Bertahan di laut 30 persen yang jadi indukan, yang lain mati. Karena berbagai faktor, dimangsa predator salah satunya," lanjutnya.
Lima orang petugas berjaga di area konservasi Pulau Sangalaki.
Pada malam hari, agenda selanjutnya melihat bagaimana penyu bertelur di Pulau Sangalaki.