Fajar Alam, Pegiat Sejarah juga membuat catatan tentang pertambangan batu bara era kolonial di Palaran.
Pengajar di UMKT ini merujuk berbagai catatan sejarah seperti Posewitz (1892) berjudul "Borneo: It's Geology and Mineral Resources" dan van Bemmelen (1949) berjudul: "The Geology of Indonesia Vol. II Economic Geology", Government Printing Office, The Hague.
Fajar Alam (2017) menulis penemuan batu bara di Palaran, pihak kolonilai lalu menugaskan Von Dewall, untuk melakukan serangkaian penelitian lebih lanjut tentang batubara kawasan tersebut.
Pada tahun 1847, batu bara ditemukan lagi di 4 sungai lain: Karang Asam Kecil (Samarinda), Karbomo (nama tidak dikenal saat ini), Sanga-Sanga dan Dondang (masuk wilayah Kutai Kartanegara) dengan kualitas setara temuan batubara di Palaran.
Tambang di Palaran mulai dikerjakan tahun 1861, lalu ditutup pada tahun 1872: Fajar Alam (2017).
Pertambangan batu bara lalu dilanjutkan pada tahun 1888.
Pada tahun itu, dibentuk perusahan pertambangan bernama Oost-Borneo Maatschappij (OBM) di Loa Kulu, Kutai Kartanegara.
Pada tahun 2017, Ikatan Ahli Geologi Indonesia Pengurus Daerah Kalimantan Timur (IAGI Pengda Kaltim), Komunitas Samarinda Bahari, dan Balai Pelestarian Cagar Budaya Samarinda, melakukan pencarian jejak peninggalan pertambangan batu bara Belanda di Palaran.
Hasilnya, satu mulut terowongan yang diyakini merupakan terowongan angkut batubara berhasil ditemukan dengan petunjuk warga, perkiraan lokasi pelabuhan batu bara (stockpile).
Penemuan penting juga ditemukannya nama-nama jalan yang masih menggunakan istilah Belanda: Straat 1 hingga Straat 9. (Er Riyadi)