IDENESIA.CO - Komisi II DPRD Kaltim meminta Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP) untuk mengaudit secara keseluruhan terhadap PT Cahaya Fajar Kaltim (CFK).
Sebab, pendanaan perusahaan pembangkit independen yang saham mayoritasnya dimiliki Dahlan Iskan itu juga melibatkan perusahaan daerah. Yakni, PT Kelistrikan Kalimantan Timur.
Dari hasil audit itu, diharapkan ada temuan data dan fakta yang jelas tentang kondisi perusahaan tersebut.
Tujuannya, agar permasalahan untuk pembayaran piutang PT CFK bisa diatasi. Apalagi, ada saham pemda lewat perusda kelistrikan di perusahaan itu.
"Mereka kan mengajukan gugatan kepailitan. Kalau itu kepailitan, maka mereka harus membayar separuh (saham Perusda Kelistrikan). Yang jadi masalah ada utang belum dibayar," kata Ketua Komisi II DPRD Kaltim Nidya Listiyono, seperti dikutip Prokal.co (Jawa Pos Grup), Sabtu (9/9).
Dari sumber JawaPos.com, CFK didirikan pada 2003. Perusahaan itu lahir dari kerja sama antara PT Kaltim Electric Power (KEP) dengan Perusda PT Kelistrikan Kalimantan Timur. Nah, PT KEP merupakan perusahaan yang Komposisi pemegang sahamnya adalah Dahlan Iskan sebesar 84 persen, dan sisanya sebanyak 16 persen adalah Zainal Muttaqin.
Saat dibentuk, Perusda menanamkan modal sebesar Rp 96 miliar yang berasal dari APBD. Dengan nominal itu, Perusda mendapatkan 60 persen saham CFK. Namun sejak 2011, saham milik Perusda pemprov Kaltim terus turun.
Saham perusda yang pada saat masuk pada posisi 60 persen, kini terjun bebas ke angka 17,06 persen. Kemudian, PT Kaltim Electric Power (KEP) yang awalnya 35 persen kini menjadi 78,50 persen, dan Dahlan Iskan 4,44 persen. Kondisi keuangan CFK memburuk karena terlilit utang ke kreditur sebesar Rp 380 miliar dan ke bank sebesar Rp 500 miliar.
"Nah, kita minta audit BPKP. Kalau bisa sih kita minta kembalikan saham kita (Perusda Kelistrikan). Kalau nggak, gantiin duit kalau nggak salah sebesar Rp 78 miliar," imbuhnya.
Sebelumnya, untuk menggali data itu, DPRD Kaltim juga berencana memanggil Dahlan Iskan selaku pemilik saham mayoritas CFK.
Permasalahan CFK tidak hanya dengan pemda Kaltim. Tetapi, juga dengan PT Duta Manuntung yang merupakan penerbit Kaltim Post (Jawa Pos Group).
Dalam perjalanannya, PT CFK berhutang ke Bank Panin sekitar Rp 600 miliar. Namun, PT CFK tidak beroperasi penuh sehingga kesulitan membayar utang.
Pada 2014, Zainal Muttaqin yang menjadi dirut CFK menulis catatan bahwa dia sudah mengetahui besaran kerugian perusahaan dengan kapasitas 2 x 22,5 MW dan 50 MW itu sebesar Rp 40 miliar per tahun.
PT Duta Manuntung lantas menggugat Zainal Muttaqin di PN Balikpapan dengan perkara nomor 146/Pdt.G/2021/Pn.BPP.
Pengadilan sendiri sudah memutuskan adanya wanprestasi dan mengabulkan enam petitum dari belasan yang dilayangkan penggugat, PT Duta Manuntung. Salah satunya, tergugat harus membayar sisa utang pokok Rp 75,8 miliar.
Pada awal Agustus 2023, proses PKPU CFK di PN Surabaya sudah mencapai homologasi atau kesepakatan perdamaian antara debitur dengan kreditur.
Hutang CFK pada Perusda dalam kesepakatan perjanjian dicicil dalam rentang waktu yang panjang.
Dari dokumen yang didapat JawaPos.com, pembayaran baru dilakukan pada 23 Agustus 2031 dan harus selesai pada 23 Juli 2032. Sepanjang masa itu, CFK harus membayar ke Perusda sebesar Rp 456 jutaan setiap bulannya.
Komisi II DPRD Kaltim, akan terus memonitor kasus PT CFK yang belum bisa membayar piutang dan menyetor deviden ke Perusda Kelistrikan.
"Kita akan panggil Asisten II Pemprov Kaltim. Kita akan terus monitor. Dan kita lihat progress nya sejauh mana. Kita minta komitmen pembayaran itu. Kalau nggak kita evaluasi semua kita minta putus kontrak saja. Ngapain kita lanjutkan kalau nggak ada cuan," ujar Nidya disapa akrab Tio.
Saat ini, Zainal Muttaqin sedang ditahan dan segera menghadapi persidangan. Dia menjadi tersangka kasus penggelapan yang juga dilaporkan oleh PT Duta Manuntung.
(Advertorial)