Petugas melakukan pendataan terhadap Imigran etnis Rohingya di lokasi penampungan sementara di SMP Negeri 2 Curei, Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie, Aceh
Dari hasil pemeriksaan petugas kesehatan puskesmas, ada 34 orang yang sakit. Ketika ditemukan, mereka dalam kondisi lemah.
Untuk urusan kebutuhan pokok seperti makanan, Idhami berkata pihaknya sudah mendirikan dapur umum sementara. Adapun pakaian dan alas tidur disiapkan oleh dinas sosial setempat.
Seorang pengungsi Rohingya berusia 14 tahun, Umar Faruq, menuturkan kapal yang mereka tumpangi berangkat dari Bangladesh. Mereka mengarungi lautan sekitar satu bulan lebih.
Somusa Khatu, pengungsi Rohingya berusia 23 tahun, juga mengatakan berada di lautan lepas selama 42 hari.
Di tengah perjalanan, mesin kapal rusak. Selama 10 hari mereka tidak makanan karena tidak lagi tersedia persediaan.
"Di kapal ada 26 orang meninggal, tujuh di antaranya perempuan," ujar Somusa Khatu kepada wartawan Hidayatullah di Aceh yang dikutip dari BBC News Indonesia, Selasa (27/12).
Baik Umar Faruq dan Somusa Khatu berkata kehidupan mereka di negara asal yaitu Myanmar porak poranda. Rumah habis dibakar, sehingga mereka kabur ke Bangladesh dan ditempatkan di kamp pengungsian.
"Kami harap pemerintah Indonesia akan memberikan akses pendidikan, karena saya ingin mencapai pendidikan yang lebih tinggi," ucap Umar Faruq.
Menanggapi hal tersebut, Asisten Deputi Koordinasi Penanganan Kejahatan Transnasional dan Kejahatan Luar Biasa di Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, Bambang Pristiwanto, mengatakan pemerintah memahami kegusaran sejumlah masyarakat Aceh yang keberatan dengan keberadaan pengungsi Rohingya.
Karena itulah pemerintah, klaimnya, sedang mendiskusikan dan berkoordinasi dengan UNHCR maupun organisasi IOM untuk menempatkan pengungsi Rohingya di lokasi khusus.