Peristiwa yang dikenal dengan akronim Kudatuli (Kerusuhan Dua Tujuh Juli) itu kemudian menjadikan PRD sebagai kambing hitam sehingga para aktivisnya diburu rezim Orba.
Para aktivis PRD kala itu, termasuk Wiji pun terpaksa harus hidup nomaden menghindari kejaran aparat. Bukan hanya di Jawa, tercatat Wiji pernah bersembunyi hingga ke Pontianak, Kalimantan Barat.
Pada Agustus 1996, rumah keluarga Thukul di Solo didatangi kepolisian dan militer wilayah Surakarta. Aparat mengobrak-abrik dan menyita barang milik Wiji seperti buku hingga koleksi kaset. Kabar penggeledahan itu pun membekas dan mengundang kemarahan Wiji yang sedang dalam persembunyian, hingga muncul puisi yang penggalannya sebagai berikut:
Kuterima kabar dari kampung
Rumahku kalian geledah
Buku-bukuku kalian jarah
Tapi aku ucapkan banyak terima kasih
Karena kalian telah memperkenalkan sendiri pada anak-anakku
Kalian telah mengajari anak-anakku membentuk makna kata penindasan sejak dini
Hingga kini, 22 tahun pasca tahun gelap yang menyelimuti negara ini, kabar kejelasan soal kehilangan Wiji Thukul dan 12 lainnya tak mendapat titik terang.
Pemerintah sempat membentuk Panitia Khusus (Pansus) Orang Hilang DPR. Pansus menghasilkan rekomendasi penting terkait kasus 13 orang hilang pada 1997-1998.
Namun, sejumlah janji pemerintah untuk mengungkap kasus tersebut dalam beberapa kali dan lintas rezim selalu berujung gelap. Tidak ada satu pun dari rekomendasi Pansus maupun upaya lainnya yang dijalankan pemerintah, bahkan di bawah pemerintahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Mural tentang Wiji Thukul di salah satu sudut Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan pada 2014 silam. (CNN Indonesia/Basuki Rahmat Nugroho)
Pada 1989, Wiji Thukul mempersunting Siti Dyah Sujirah alias Sipon. Buah pernikahan dua sejoli itu pun melahirkan dua anak yakni Fitri Nganthi Wani dan Fajar Merah. Fajar masih balita ketika Wiji menghilang diduga diculik tim Mawar.
Kini Fitri dan Fajar pun meniti jalan hidupnya masing-masing meski tak terlepas dari warisan sang ayah, yakni Kata-kata.
Fitri menjadi penulis, dan telah menelurkan buku di antaranya antologi Kau Berhasil Jadi Peluru. Sementara itu, Fajar menjadi musisi dan berkiprah bersama grupnya, Merah Bercerita.
(Redaksi)