“Inovasi ini bertujuan untuk memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekaligus menekan volume sampah yang berakhir di TPA,” kata Andriansyah.
Dengan cara ini, warga tidak hanya berkontribusi dalam menjaga kebersihan lingkungan, tetapi juga mendapatkan keuntungan secara langsung.
Sebagai bagian dari pengembangan sistem ini, DPRD Kota Samarinda mengkaji berbagai model pengelolaan sampah di kota-kota lain, termasuk Jakarta yang telah sukses menerapkan konsep daur ulang berbasis komunitas. Selain itu, keterlibatan sektor swasta juga menjadi strategi utama dalam implementasi Si Pesut, terutama dalam hal penyediaan fasilitas pengolahan sampah dan pendanaan.
“Kami ingin memastikan bahwa program ini berkelanjutan, bukan hanya sekadar proyek jangka pendek,” tegas Andriansyah.
Selain pemilahan sampah, Si Pesut juga mempertimbangkan penggunaan insinerator sebagai metode pengolahan sampah residu yang tidak dapat didaur ulang. Namun, hingga kini, kajian anggaran untuk pengadaan teknologi ini masih dalam tahap awal.
“Jika biaya pengadaannya dapat ditekan hingga kisaran Rp10 juta per unit, maka kita bisa memanfaatkan program Probebaya.