Toni juga memaparkan, bahwa pada tahun 2017 hingga 2019, Perusda BKS yang didirikan pada tahun 2000 ini melakukan kerjasama jual beli batubara dengan lima perusahaan swasta, yang total dana kerjasama mencapai lebih dari Rp 25,8 miliar.
Namun, proses kerjasama tersebut dilakukan tanpa melalui prosedur yang sesuai dengan peraturan yang berlaku, seperti tanpa persetujuan badan pengawas dan gubernur selaku KPM, serta tanpa adanya proposal dan studi kelayakan yang semestinya.
Akibatnya, kerjasama tersebut gagal dan menimbulkan kerugian negara yang signifikan, yang tercatat sebesar Rp 21.202.001.888, berdasarkan hasil perhitungan dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur.
Kasus ini melibatkan penerapan pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, serta pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Penyidik Kejati Kaltim berkomitmen untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dalam kasus ini dan memastikan keadilan bagi negara.
(Redaksi)