Dalam perspektif hukum yang lebih luas, Maqdir merujuk pada putusan MK yang menyebutkan bahwa pembentukan Panitia Seleksi (Pansel) untuk pimpinan KPK dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK 2024-2029 harusnya berada di bawah kewenangan Presiden dan DPR yang terpilih pada 2024. Oleh karena itu, dia menilai bahwa keputusan Presiden Joko Widodo yang membentuk Pansel pada 2023 tidak sesuai dengan ketentuan yang telah diputuskan MK.
“Presiden Joko Widodo tidak bisa menafsirkan sendiri ketentuan yang sudah diputuskan oleh MK,” tegas Maqdir.
Menurutnya, langkah tersebut bisa dikategorikan sebagai tindakan yang mengabaikan putusan MK atau disebut sebagai contempt of constitutional court.
Pihaknya menganggap bahwa pembentukan Pansel oleh Presiden saat ini bertentangan dengan prinsip finalitas dan kewenangan yang dimiliki oleh Presiden yang baru terpilih, yakni Prabowo Subianto. Dengan alasan ini, Maqdir menyatakan bahwa segala keputusan yang dihasilkan oleh Pansel yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo seharusnya dianggap batal demi hukum (null and void) atau setidaknya dapat dibatalkan.
Perselisihan mengenai keabsahan pimpinan KPK ini menunjukkan betapa ketatnya dinamika hukum yang melibatkan lembaga negara. Hasto dan kubunya jelas berharap melalui gugatan ini, akan ada kejelasan mengenai mekanisme pembentukan pimpinan KPK yang lebih sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
(redaksi)